PEMABUK

Kiki Musthafa

TERKISAHKAN saat Nabiyullah Nuh As., menanam anggur yang tak kunjung menghijau (untuk berbuah) iblis datang dan berkata, “Wahai Nabiyallah, apabila engkau ingin anggur itu menghijau maka izinkan aku menyembelih tujuh perkara. “Kerjakan,” jawab Nabiyullah Nuh As. Iblis lalu menyembelih singa, serigala, macan tutul, burung beo, anjing, ayam jago dan kijang. Kemudian ia mengalirkan darah sembelihannya ke atas tanaman anggur yang seketika itu pula langsung menghijau.
Di saat yang bersamaan, tanaman anggur tersebut berbuah dengan tujuh puluh warna, padahal sebelumnya hanya berbuah satu warna saja. Karenanya, terkait dengan hal itu, sesiapa yang meminum minuman keras—yang notabene salah satunya berbahan buah anggur—ia akan memiliki watak serupa dengan tujuh hewan yang disembelih iblis. Menjadi sangat berani serupa singa, kuat serupa serigala, pemarah serupa macan tutul, banyak berkata-kata serupa burung beo, punya insting membunuh serupa anjing, loncat-loncat serupa kijang, dan meracau serupa ayam jago.
Sujja’an kal-asadi—menjadi (merasa) berani serupa singa. Pernahkan kita melihat mereka yang sedang mabuk? Ia menjadi sangat berani menghadapi siapa pun dan apa pun. Dalam kasus tertentu, seseorang yang menenggak minuman keras lalu mabuk, tidak memiliki rasa takut sekalipun harus bertarung dengan puluhan orang. Padahal ia sama sekali tidak mampu melakukan sesuatu hal untuk menyelamatkan dirinya apalagi mengalahkan pihak lain. Akal sehatnya hilang. Ia sedang berada dalam keadaan bahwa segala sesuatunya baik-baik saja, padahal tidak sama sekali.
Qawiyyan kad-dibbi—menjadi (merasa) kuat serupa serigala. Perhatikan saja, berani bertarung, menghadapi apa pun, namun tidak pernah melihat kapasitas diri dan kemampuan maksimal yang dimilikinya. Langsung bertempur melawan kenyataan dan berujung terkapar karena terkalahkan. Akal sehatnya tetap saja hilang. Ia hanya merasa kuat dan hebat padahal taklah demikian adanya. Lalu, ghadbanan kan-namri—menjadi pemarah serupa macan tutul. Terkalahkan sudah, ngamuk-ngamuk iya. Menyalahkan pihak lain dan mudah tersinggung. Pun rentan terprovokasi saat dinasehati apalagi dikritik.
Masih berlanjut, muhditsan ka-ibni awa—banyak berkata-kata serupa burung beo. Banyaknya memang hanya perkataan yang mengekor dan tidak jelas maksudnya apa. Dalam hal ini, bisa menjadi lucu di satu sisi dan berbahaya di sisi lain ketika bualan itu berpotensi fitnah dan hasutan. Mereka yang mabuk selalu berada dalam posisi demikian. Namun, di keadaan lainnya muqatilan kal-kalbi—memiliki insting membunuh serupa anjing. Selalu inging mengalahkan, menjatuhkan, meruntuhkan dan mengenyahkan pihak lain.
Selesai? Belum. Muntaqiman kats-tsa’labi—loncat-loncat serupa kijang. Ketika terpojok dan nyaris tersisihkan, pemabuk akan meloncat-loncat tak keruan untuk melepas kegelisahan. Ia akan mendarat di bahu orang lain meminta pertolongan, merangkul musuh agar termaafkan, bahkan menjilat apa saja agar terselamatkan. Selebihnya, ia akan berpindah dengan gesit berbekal kegilaan-kegilaan baru yang menghilangkan akan sehatnya. Ia mabuk. Akal sehatnya ambruk.
Akhirnya, mushawwitan kaddiki—banyak meracau serupa ayam jago. Berkokok dengan gagah padahal hidupnya berjarak sejengkal dari pisau tajam yang siap menggorok lehernya. Banyak beretorika seakan menjadi yang paling cerdas, pintar, pakar, ahli dalam banyak hal, padahal tidak demikian. Racauan yang dikokokkan oleh mulutnya hanya upaya untuk menutupi kelemahannya. Biasanya, boloho ngarasa jago. Lalu, euweuh kabisa balaga. Ujungnya, gede kawani euweuh kaera. Pemabuk akan selalu demikian.
Pertanyaannya, apakah yang dimabuk jabatan selalu demikian menjelang Pilkada dan Pilpres? Apakah yang dimabuk harta selalu mewarisi tujuh watak hewan yang disembelih iblis di atas tanaman anggur Nabiyullah Nuh As? Lalu, mungkinkan mereka yang dimabuk perempuan pun melakukan hal yang sama sehingga harus mengorbankan harta dan jabatan untuk mendapatkannya: poligami terselubung dan koleksi istri simpanan yang tak terdikte dalam hitungan angka? Semoga saja tidak dan mari bercermin. Semoga Allah Swt., menjauhkan kita dari menjadi pemabuk dalam hal apa saja. Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.[]

Leave a comment