MABUK

Kiki Musthafa

KITA tidak akan membicarakan siapa pun—termasuk kita sendiri—yang tahun ini akan sibuk dimabuk Pilkada. Itu konteks lain, meskipun sama memabukkanya. Namun, ini benar-benar mabuk karena meminum atau memasukkan barang haram ke dalam tubuh yang kemudian memabukkan. Tentu, mematikan akal sehat dan menghidupkan akal busuk yang melahirkan banyak kemadaratan. Terkait itu, saat ini, kita tidak bisa menghindar dari kenyataan bahwa ada 5-6 juta pengguna aktif narkoba di Indonesia—belum lagi dengan minuman keras dst. Artinya, kita tidak sedang baik-baik saja.
Alquran menyebutkan hal memabukkan tersebut dengan khamr. Dalam sebuah ayat, khamr diikuti dengan maisir (perjudian), anshab (sesembahan), pun azlam (mengundi nasib, ramalan). Keempat hal tersebut disinyalir dengan tegas sebagai bagian dari rijsun, hal kotor yang menjijikkan yang berpotensi kuat pada tu’afu minhu al-‘uqul—menghilangkan akal (sehat). Semuanya dapat memabukkan dan mengenyahkan akal sehat di saat bersamaan (QS. al-Maidah: 90). Karenanya, tidak ada pribadi yang baik jika pernah bersentuhan dengan hal menjijikkan termaksud.
Efeknya bisa sangat masif. Menyeluruh dan menyentuh hal-hal lain dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat kita. Sebagai bagian dari hal munkar yang harus enyah jika suatu lingkungan ingin menjadi baik, khamr mau tidak mau selalu menjadi pengganjal. Mirisnya peminum dan pengguna barang laknat tersebut sudah menyentuh anak belasan tahun. Jika awalnya mereka adalah harapan untuk perbaikan maka kandas sudah saat harapan itu rusak sejak awal.
Jika merujuk pada data yang dilansir BNN (Badan Narkotika Nasional) per Juni 2017 di awal tulisan, mafhum adanya jika bangsa ini tak kunjung membaik. Saat Alquran merinci hal-hal yang bisa menghilangkan akan sehat, lalu memerintahkan kita untuk menghindar, menjauhi dan menghilangkan dengan fajtanibuhu—maka jauhilah—di saat yang sama Allah memberikan dua kemungkinan. Ya, apabila dihindari, akan menyelamatkan. Dibiarkan, apalagi dipelihara, akan menjatuhkan.
Kenyataannya, problem pelik terkait narkoba dan hal memabukkan lainnya—pun dalam hal ini minuman keras—belum benar-benar punah. Sederhana saja, setiap harinya di acara-acara berita di televisi, berita tentang narkoba dst., selalu saja ada. Meskipun pemerintah berupaya keras untuk itu, tetap saja fakta di atas seakan memantaskan kita untuk selalu terpuruk. Kita tidak benar-benar berhasil menjadi bagian dari orang-orang yang tuflihun—beruntung. Yang mabuk-mabukan memang hanya sebagian kecil, namun azabnya dinikmati bersama.
Oleh sebab itu, perkara khamr, semua yang memabukkan dan menghilangkan akal sehat, menjadi tanggung jawab bersama. Sayangnya, di saat yang sama, justru aparat, pejabat, pun pembesar-pembesar kita sama dimabukkan oleh hal lain yang lebih gila. Pungli, korupsi, pun jabatan yang harus dipertahankan dengan berbagai cara. Terlebih sekarang kita memasuki tahun politik, segala kegilaan yang akan lebih memabukkan dan menghilangkan akan sehat bisa kita jumpai setiap harinya.
Benar memang, kita tidak sedang membicarakan siapa pun—termasuk kita—yang di tahun ini akan larut dan dimabuk Pilkada. Itu konteks lain, meskipun sama memabukkanya. Namun, perkara hal yang dapat menghilangkan akan sehat—tu’afu minu al-‘uqul—ternyata bukan hanya khamr (minuman keras juga hal memabukkan lainnya), maisir (perjudian), anshab (sesembahan) dan azlam (mengundi nasib, ramalan), seperti yang kita ungkap di paragraf sebelumnya, tetapi lebih dari itu. Semoga kita menjadi bagian dari orang-orang yang diberikan keberuntungan dengan menghindari dan berupaya keras mengenyahkannya. Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.[]

Leave a comment