MENJADI FAKIR KEMBALI

Kiki Musthafa

BISA jadi ini adalah kelanjutan dari tulisan sebelumnya, Menjadi Fakir (10/11/2017). Jika sebelumnya kita membicarakan ragam keluhan atas kefakiran kini, kini saatnya mencari jalan keluar agar keluhan itu tak lagi ada. Kita mulai dengan mengingat-ingat apa membuat kita merasa terpuruk hari ini? Tidak perlu diuraikan satu per satu, tentu akan sangat banyak. Biasanya perasaan terpuruk itu muncul saat melihat orang lain yang tampak lebih beruntung. Padahal hanya prasangka saja. Tidak benar-benar demikian.

Celakanya, perasaan terpuruk itu akan lebih terasa menyakitkan jika diaduk dengan ketaksetujuan dan ketakterimaan kita pada ketetapan Allah Swt. Ini yang kemudian dikatakan as-Syakir al-Khauburiy dengan orang fakir yang mati. Lebih tepatnya orang fakir yang bagaikan orang mati. Ia hidup dan bernafas, tetapi seolah tanpa nyawa layaknya mayat yang hanya menyisakan daging dan tulang saja, tetapi bisa beraktivitas. Ya, lebih ekstemnya kita katakan mayat hidup.

Tentu bukan diksi yang bagus saat harus mengatakan mayat hidup, tetapi agaknya tidak ada pilihan kata yang lebih tepat dari itu. Bayangkan, mayat hidup yang seperti di film-film zombie itu tidak memiliki rasa lain selain bagaimana cara melampiaskan rasa laparnya. Meskipun, ironisnya, harus dengan memakan hidup orang lain. Akal sehatnya hilang dan hidupnya hanya terfokus pada satu hal, mencari makanan. Jelaskan jika demikian kefakiran yang tak disyukuri akan menjadi bumerang? Mendekatkan pada kekufuran?

Dua hal. Ya, ada dua hal yang bisa menyelamatkan kita dari menjadi mayat hidup—al-fuqara amwatun illa man ahya bi’izzil qana’ah. Pertama, dengan ber-qana’ah, menerima sepenuhnya apa yang diberikan Allah Swt. Hal ini bisa diimplementasikan dengan rahatul abdan dan salamatul qulub. Sederhananya, rahatul abdan berarti memberikan hak badan dari tidak tersiksa oleh urusan duniawi. Semisal hanya kerena ingin keluar dari jerat kefakiran—padahal sebenarnya berkecukupan hanya saja selalu merasa kurang—badannya tak henti diporsir untuk bekerja dan waktu ibadahnya hilang.

Ber-qana’ah akan menghindarkan diri dari memporsir badan kita dari urusan duniawi. Logikanya, cukuplah sudah yang Allah berikan hari ini dan menjadi bekal untuk kebaikan ibadah kita. Tidak dihantui oleh ambisi-ambisi lainnya yang sebenarnya hanya mengikuti hawa nasfu saja—tidak benar-benar diperlukan adanya. Selanjutnya, salamatul qulub yang berarti selamatnya hati. Tentunya demikian, ber-qana’ah berarti menyelamatkan hati dari keinginan-keinginan dangkal yang ujungnya menjauhkan kita dari bersyukur. Jika sudah tidak bersyukur, kefakiran kita akan menjadi alasan lahirnya banyak kemadaran lain.

Jika sudah ber-qana’ah taklah ada kekhawatiran apa pun tentang kefakiran yang kita terima. Semua fakir, bahkan yang saldo ATM dan asetnya meruah pun, tetaplah fakir—selalu merasa kurang. Hanya saja dengan ber-qana’ah kita akan dianugerahi hati yang tenang. Tidak risau dan galau karena rezeki sudah ada bagiannya yang ketetapannya lebih dulu termaktub jauh sebelum kita lahir. Kenapa harus repot? Tugas kita hanya beribadah, sedangkan berikhtiar menjemput rezeki adalah bagian dari beribadah itu sendiri. Jadi, tak eloklah kita sikut-sikutan karena rebutan jatah pembeli, rebutan tepuk tangan, rebutan pepujian, rebutan sanjungan dst. Buat apa? Meminjam istilah Ust. Evie Effendie, “Teu nanaon sih, ngan nanaonan?!”

Selebihnya adalah bertawakal. Ini visum lainnya agar kita tidak terjangkit virus al-fuqara amwatun—orang fakir yang bagaikan orang mati, mayat hidup. Pertama, iktifa` billah, merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah. Cukup dengan yang sedikit untuk beribadah dan cukup dengan yang banyak untuk bersedekah. Tidak serakah dengan ngarawu ku siku sehingga lupa bahwa semua hanya titipan saja. Bisa jadi titipan untuk diri dan keluarga juga banyaknya titipan untuk orang lain. Kedua, isqathur raja` mimman siwallah—memutus pengharapan selain kepada Allah. Cukup hanya Allah tempat berharap. Yang lain? Lewat! Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.[]

Leave a comment