Saat Aleppo Terbakar, Mengapa Eropa Hanya jadi Penonton?

DEWAN Eropa, Komisi Eropa dan Parlemen Eropa kini hanya menjadi penonton tragedi di Aleppo, Suriah tanpa rasa peduli. Sebuah tragedi kemanusiaan besar kini tengah dialami warga Aleppo, menjadi babak akhir yang paling penting di Suriah.

Ratusan warga sipil Aleppo gugur akibat serangan bom yang dilakukan oleh kelompok pembunuh profesional milik rezim diktator Bashar Assad, bersama dengan serangan udara dari angkatan udara Rusia. Warga Muslim Aleppo berjuang untuk menyelamatkan tetangga mereka yang terjebak di bawah puing-puing. Mereka juga mencoba membuat suara yang bisa didengar oleh dunia melalui media sosial dengan hashtag “Aleppo terbakar.” Namun seperti yang kita lihat, tidak ada yang bersedia untuk memperhatikan Aleppo, terutama Uni Eropa dan Parlemen Eropa, meski anggota-anggotanya dicap sebagai negara yang kerap memperjuangankan hak asasi manusia.

Ada peningkatan tanda-tanda yang menunjukkan prajurit Assad tengah mempersiapkan operasi darat besar, menyusul pemboman intensif. Dunia, khususnya masyarakat Eropa tetap bersikap acuh tak acuh, saat jet Rusia menghujani kota dengan peluru dan Assad mengambil keuntungan dari ketidakpedulian dunia ini.

Berapa lama anggota Parlemen Eropa akan menjadi penonton pembantaian di Aleppo, di saat rumah sakit dan klinik juga dihancurkan? Untuk beberapa alasan, mereka yang mengatur pertemuan “bagi kemanusiaan dan perdamaian” di Eropa, tidak melakukan apa-apa untuk Muslim yang dibantai di Suriah.

Dalam 12 hari terakhir, sekitar empat rumah sakit dan tiga mesjid Aleppo telah diratakan. Banyak warga sipil yang gugur akibat serangan secara langsung.

Ketika para militan dari organisasi teroris PKK membunuh ratusan warga sipil dan baru-baru ini telah mengubah Turki menjadi arena pertumpahan darah, Barat justru memunculkan kebohongan. Mereka menyebut anggota PKK yang tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan dengan “Pemerintah Turki membantai Kurdi.” Eropa mengangkat kasus ini sebagai alat propaganda. Namun anehnya, Eropa tidak membuat propaganda serupa pada kasus Suriah. Apakah mereka masih memiliki hati nurani?

Apa bukti Uni Eropa membela nilai-nilai mereka yang sangat terhormat? Apakah mempertahankan nilai-nilai Uni Eropa berarti mendukung pembunuh, namun bersikap acuh tak acuh terhadap orang yang tidak bersalah? Mungkin kita harus menulis ini ratusan kali untuk membuat Eropa memahami realitas bahwa “Aleppo terbakar dan Anda hanya jadi penonton.”

Namun, mereka yang bersikap acuh tak acuh akan menyesal esok hari.

Uni Eropa akhir-akhir ini merasa lega sampai batas tertentu pada masalah krisis pengungsi, berkat Turki. Perlu diingat, jika Aleppo jatuh maka orang-orang di dalam dan sekitar Aleppo akan melarikan diri ke Turki untuk bertahan hidup. Pada akhirnya Uni Eropa juga akan dipengaruhi oleh hal ini.

Pihak berwenang Uni Eropa akan menyadari bahwa ketidakpedulian mereka terhadap pembantaian warga Muslim oleh Assad dan Rusia di Suriah akan langsung menyebabkan ratusan ribu pengungsi baru menuju Eropa.

Uni Eropa tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan krisis pengungsi hanya dengan menandatangani beberapa perjanjian. Apalagi jika tindakan barbar Assad dan Rusia dibiarkan, maka masalah pengungsi akan tumbuh jauh lebih rumit.

Saat ini kita dapat memantau krisis demokrasi yang tengah berlangsung di negara-negara Uni Eropa dengan keprihatinan yang mendalam.

Di Austria, Partai Kebebasan Austria pimpinan Norbert Hofer menerima pangsa suara tertinggi di putaran pertama pemilihan presiden dengan 35,1 persen. Dia bertepuk tangan setelah rencananya untuk menggunakan senjata Glock-26 demi melawan para pengungsi bisa berhasil. Fenomena “Glock Norbert” adalah salah satu contoh yang paling jelas menunjukkan bagaimana Eropa telah menjadi aib dalam krisis pengungsi.

Minggu lalu, Partai Rasis Alternatif Jerman (AFD), telah mencapai keberhasilan penting dalam pemilihan terakhir. AFD telah mengumumkan bahwa Islam tidak boleh ada di Jerman pada pertemuan partai kongres di Stuttgart. Pengumuman ini mengkhawatirkan bagi demokrasi Jerman.

Semua ini terjadi karena jumlah pengungsi Muslim yang tiba di negara Uni Eropa berada di atas ekspektasi. Jumlah pengungsi Muslim yang meningkat di negara-negara Uni Eropa membuat pihak rasis berang. Terlepas dari itu semua, orang-orang seperti “Glock Norbert” dan Ketua AFD Frauke Petry telah menawarkan solusi seperti “semua pengungsi yang melintasi perbatasan secara ilegal harus ditembak.” Cara kejam seperti ini jelas amat mengkhawatirkan.

Untuk alasan ini, sikap Uni Eropa sangat penting. Uni Eropa yang mengklaim sebagai ‘agen’ yang memberikan contoh kepada dunia untuk hak asasi manusia dan demokrasi, harus melakukan intervensi di Suriah, terutama di Aleppo sesegera mungkin.

Sikap keras terhadap Assad dan beberapa sanksi juga harus dijatuhkan pada Rusia, yang telah menumpahkan darah di Suriah, seakan membalas dendam pada Uni Eropa.

Aleppo terbakar dan Uni Eropa seharusnya tidak lagi menjadi penonton belaka. [sm/islampos]

Foto: alarabiya
https://www.islampos.com/saat-aleppo-terbakar-mengapa-eropa-hanya-jadi-penonton-274483/alepo

Leave a comment