SYAWAL BERGERAK!

Kiki Musthafa

 

TENTANG Syawal tak lepas dari pesta kemenangan yang sudah terhelat di tanggal pertama, Idul Fitri. Namun, tentang Syawal pun tak bisa dipisahkan dari mempersiapkan langkah di garis start layaknya seorang pelari maraton. Bulan ini adalah awal untuk langkah yang panjang di satu tahun kemudian. Ada semangat baru yang semestinya tumbuh di setiap kita, untuk harapan yang baru pula. Sulit untuk dihindari, pelatihan selama satu bulan di Ramadan akan terlihat hasilnya—setidaknya—sejak Syawal ini.

Gerakan kita. Ya, gerakan semua anggota tubuh kita yang dikomandoi oleh hati dan akal akan menjadi penentunya. Saat semua bergerak dengan sangat stabil mengarah pada hal baik, petanda bahwa kita sedang berada dalam kondisi terbaik, tertampak jelas dan nyata sejak start dimulai dari langkah awal kita. Karena apa pun alasannya, jika kebaikan dianalogikan sebagai sebuah perlombaan, haruslah dimulai dengan start yang baik, dijalani dengan niat dan cara yang baik.

Mata dan telinga yang tergunakan untuk menangkap objek pembelajaran, kemudian ditransfer ke hati, diolah dengan rasa, ditimbang dengan akal. Selanjutnya, diproduksi melalui dua hal, ucap dan sikap. Ucap yang baik akan menjadi pintu bagi lahirkan kebaikan-kebaikan, demikian pula dengan sikap yang baik. Sebaliknya, petakalah yang akan muncul dari ucap yang sarat dengan kebencian—pangkal kecurangan, kebohongan, juga perkataan tidak baik lainnya, yang berujung pada lahirnya sikap yang buruk.

Lalu, tangan dan kaki yang tergerakkan untuk merespon perintah baik dari hati dan akal, menjadi perantara lahirnya kebermanfaatan lebih bagi diri sendiri juga sesama yang lain. Formasi inti yang terdiri dari mata, telinga, mulut, tangan dan kaki inilah, menjadikan start Syawal kita begitu meyakinkan. Syaratnya, hati dan akal yang terikat dengan iman bahwa setiap kebaikan akan melahirkan kebaikan, seluruh keburukan akan berujung pula pada keburukan.

Ya, meskipun start yang baik tidak melulu berujung pada hal buruk. Demikian dengan start yang buruk tidak pula menjamin berakhir pada hal baik. Akan tetapi, berlomba dalam kebaikan, syaratnya harus diawali dengan baik, dijalani dengan baik, juga diakhiri dengan baik. Finis? Akan tetap terselesaikan dengan mendekatnya semua kebaikan-kebaikan yang pada hakikatnya sudah kita gerakkan sejak awal—ada piala pahala dan titel juara yang tidak ternilai sebagai bekal untuk memproduksi kebaikan baru lagi.

Apa yang dituliskan sejak kalimat pertama di atas, tentu hanya sebatas uraian teoretis saja bahwa jika ingin satu tahun ini dipenuhi segala kebaikan, usahakan lakukan start yang baik di bulan Syawal. Saat kembali ke pasar, jalan, toko, rekatkan hubungan yang pernah merenggang dengan saudara dagang kita. Kembali menjoki angkot, tebarkan senyum untuk sesama penjoki yang juga mengais rezeki di jalanan. Kembali ke sekolah juga kampus, tuluskan niat untuk mendidik. Kembali ke kantor, gedung birokrasi, gedung dewan, kuatkan hati untuk tidak menjilat dan korupsi!

Selanjutnya, saat kembali ke sawah dan kolam, hindari hama rakus dengan menutup irigasi keberuntungan petani lain. Kembali ke kebun, ladang, jangan rampas pupuk rezeki orang lain. Kembali ke banyak tempat yang kita perjuangkan selama ini, lalu pulang ke sungai, pantai, laut, buang! Buang semua watak culas kita terhadap orang lain hanya untuk menyumpal perut dan syahwat kita sendiri. Lalu, saat kembali ke masjid, majelis taklim, forum pengajian, sujud! Tundukkan segala hasrat duniawi yang kerap kita kemas beratasnamakan Tuhan, lenyapkan semuanya. Lebih ikhlas lagi. Lebih tulus lagi. Hanya untuk Allah. Hanya untuk Allah.

Demikianlah tentang Syawal tak bisa dipisahkan dari mempersiapkan langkah di garis start layaknya seorang pelari. Mata, telinga, tangan dan kaki, fokus mengikuti instruksi hati dan akal untuk meraih hasil terbaik. Fokus. Ada trek maraton yang memanjang dalam hitungan sebelas bulan kemudian, sampai di garis finis bernama Ramadan, ditentukan pada podium juara bernama Idul Fitri, satu Syawal. Lalu berlari lagi, berjuang lagi, perbaiki lagi apa yang belum terbaikkan di perlombaan sebelumnya. Sekarang, bunyi pistol sudah diletuskan. Jika tidak segera bergerak, kapan kita akan berlari untuk berlomba dalam kebaikan? Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.[]

 

 

Leave a comment