SEBUAH KOTA

Kiki Musthafa

KELAK akan ada sebuah kota yang diciptakan Allah Swt di bawah ‘Arsy. Lalu di pintu kota itu, tertulis sebuah kalimat yang menjelaskan tentang padanan derajat ulama dan para nabi. Dan itu, disebabkan karena ilmu yang mereka miliki.

Secara umum, ulama berarti orang yang berilmu. Tapi yang dimaksudkan kemudian adalah seorang yang mempunyai ilmu luas terkait dengan hukum-hukum Syara’. Tentang apa yang disampaikan Alquran. Juga tentang yang diajarkan Rasulullah Saw dalam hadis, dan dicontohkan dalam sunnahnya. Dan tentang pandangan orang-orang saleh terdahulu yang mentafsirkan Alquran, menjabarkan hadis, mengartikan sunnah (para mufassir, mujtahid, dan para pengarang kitab-kitab klasik).

Ulama adalah pewaris para nabi. Di pintu sebuah kota termaksud, tertulis satu kalimat, “Man zara al-‘ulama fakaannama zara al-anbiya—barang siapa yang menziarahi ulama, maka  seakan ia menziarahi para nabi.” Hadis ini mengangkat sebuah perumpaan-pernyataan yang jelas, bahwa derajat ulama nyaris sepadan dengan para nabi. Namun, tentu, yang dimaksud adalah ulama yang baik, yang mengamalkan ilmunya.

Termasuk beberapa kriteria ulama yang baik adalah yang mengamalkan ilmunya dalam kesehariannya, juga dalam setiap amalan ibadahnya. Ia terapkan dalam ritualitas ibadahnya. Ia ajarkan pula ilmu kepada sesamanya dan tak segan untuk belajar dari orang lainnya. Ia tidak pernah berhenti menjadi pembelajar. Semakin bertambah ilmunya, semakin baik pula perangainya. Ini yang dimaksudkan dengan ulama yang baik, yang dengan “melihat” wajahnya saja berpahala dan lebih baik dari pahala ibadahnya orang jahil—yang bodoh tidak berilmu, “Nadhru al-‘alim khairun min ‘ibadati al-jahil,” demikian ungkap Rasulullah dalam salahsatu hadisnya.

Menziarahi ulama yang serupa menziarahi para nabi, bisa berarti pula belajar dari para ulama. Meminta pendapat dan nasihatnya. Pun mencintai dan menghormatinya. Tentu yang dimaksud bukanlah menziarahi ulama su`u (buruk). Dan termasuk ulama yang buruk adalah mereka yang merasa pintar, hebat, besar, berperangai buruk, tidak mengormati sesama, dan keras hati dari menerima nasihat apalagi pengajaran dari orang lain. Ini masuk kategori al-‘ulama al-ghafilun—ulama yang melupakan, mengkhianati, memperalat ayat-ayat Allah untuk memuaskan hawa nafsunya.

Kelak akan ada sebuah kota yang diciptakan Allah Swt di bawah ‘Arsy. Lalu di pintu kota itu, tertulis sebuah kalimat yang menjelaskan tentang padanan derajat ulama dan para nabi. Dan itu, disebabkan karena ilmu yang mereka miliki. Oleh karenanya, di bulan penuh rahmat ini, mari me-ramadan dengan baik, dengan “menziarahi” ulama yang baik. Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ali sayyidina Muhammad.[]

Leave a comment