Zaid ibn Tsabit, Sang Penulis Wahyu dan Ahli Ilmu Waris

dakwatuna.com – Proses pengumpulan Alquran dalam mushaf yang kini dibaca oleh seluruh umat muslim di segala penjuru dunia tak lepas dari peran para sahabat Rasulullah. Pada masa penurunan wahyu, dua metode digunakan untuk mengumpulkan Alquran. Menjaga melalui hafalan para sahabat dan melalui tulisan.

Dalam hal penjagaan Alquran melalui tulisan, Rasulullah memiliki �sekretaris pribadi� yang ditunjuk langsung oleh beliau untuk menuliskan wahyu yang turun. Salah satu dari keempat sahabat yang ditunjuk adalah Zaid ibn Tsabit, yang sekaligus ditunjuk Abu Bakar untuk menuliskan Alquran ke dalam satu mushaf. Dan yang ditunjuk Utsman untuk menuliskan Alquran ke dalam satu jenis bacaan.

Zaid ibn Tsabit terlahir dari seorang wanita bani Najjar, Nawar binti Malik ibn Shirmah ibn Malik ibn Adi ibn al-Najjar. Menjelang kelahiran Zaid, wanita ini bermimpi berdiri di sisi Ka�bah sambil menikmati kiswah sutra berwarna kuning dan hijau. Tak hanya itu, setelah melahirkan, ia melihat pancaran sinar dari bayinya yang menerangi isi rumah.

Zaid tumbuh besar bersama saudaranya, Yazid. Ia pun sangat disayangi oleh ibunya dan orang-orang di sekitarnya. Mereka berdua dididik untuk menjadi pahlawan yang kelak akan membela kaumnya–suku Khazraj, yang kala itu tak henti-hentinya berseteru dengan musuh bebuyutan mereka– suku Aus.

Sejak kecil, Zaid telah merasakan kejanggalan yang dilakukan ayahnya ketika menyembah berhala di depan rumah mereka. Apalagi ketika ayahnya tidak sengaja membentur berhala hingga jatuh berserakan. Pada usianya yang ke sepuluh tahun itulah, ayahnya pergi ke medan perang untuk melawan Suku Aus. Tanpa disangka, itulah pertemuan terakhirnya dengan sang ayah.

Sepeninggal ayahnya, Zaid menjadi salah seorang anak sengsara di bumi Yastrib. Namun ibunya senantiasa mendukung putranya, terutama untuk belajar. Nawar mengirimkan putranya untuk belajar pada seorang guru. Pertama kali ia mampu menuliskan namanya sendiri, ibunya sangat bangga dengan itu. Mereka tak pernah mengira bahwa kemampuan Zaid menulis itulah akan membawanya pada proyek besar penulisan kitab suci yang kekal sepanjang masa.

Bertahun-tahun ia belajar membaca dan menulis pada gurunya yang tak lain merupakan tetangganya sendiri. Namun, ia tak pernah belajar tentang berhala-berhala yang mereka sembah. Hingga pada suatu hari, penduduk Yastrib gembira menyambut kedatangan tamu dari Makkah. Mereka tak lain merupakan rombongan Rasulullah SAW. Kedatangan mereka membuka hati penduduk Yastrib untuk menerima cahaya Islam.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2016/01/21/78328/78328/#ixzz47spHNeDQ
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Leave a comment