Memelihara

MEMELIHARA

Kiki Musthafa

 

DALAM keseharian kita, sampai saat ini, apa yang sudah dan masih kita pelihara? Pekerjaan? Karir? Barang dagangan? Hewan ternak? Rumah? Anak-anak kita? Keluarga? Dan hal lainnya? Jawabannya akan semakin banyak dan beragam, saat pertanyaan di atas kita tanyakan untuk diri sendiri, dan kemudian dijawab pula sendiri.

 

Memelihara segala hal yang kita miliki, merupakan sebuah keharusan. Dan menjadi hak setiap kita yang harus dipertahankan. Tetapi, terlepas dari semua itu, memelihara sikap, ucap, dan lelangkah laku kita, adalah kunci dari segalanya.

 

Dalam Islam, perihal memelihara ini terangkum dengan sedemikian detail. Sederhana tetapi mencakup secara keseluruhan. Sabda Rasulullah SAW., “Annajwa tuhashshin al-asraar, washshodaqatu tuhashshin al-amwal, wal ikhlas tuhashshin al-a’mal, washshadqu thashshin al-aqwal, wal musyawaratu tuhashshin al-ara—bisikan dapat memelihara rahasia-rahasia, shadaqah dapat memelihara harta, ikhlas dapat memelihara ‘amal, berkara jujur dapat memelihara perkataan-perkataan (dari berkata bohong), dan musyawarah dapat memelihara pendapat-pendapat (agar dapat disepakati bersama).”

 

Berbisik yang dimaksudkan adalah dengan tidak mengumbar dan memperlihatkan segala yang menjadi keluh kesah kita. Cukuplah Allah tempat bersandar dan meminta. Dan semua permintaan, keinginan, permohonan, dsb., menjadi rahasia yang hanya Allah dan kita yang tahu. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah SAW., “Ista’iinuu ‘alal hajaati bil kitmaani fainna kulla dzii ni’matin mahsuudun—memintalah petolongan (hanya kepada Allah) atas segala yang diinginkan dengan sembunyi-sembunyi (dengan tidak menunjukkannya kepada orang lain), karena sesungguhnya di setiap ni’mat yang kita terima terdapat orang-orang yang hasud.”

 

Ketika setiap yang kita inginkan dikabulkan oleh Allah, maka shadaqah dan menafaqahkan harta (di jalan Allah), merupakan jalan termudah untuk menyematkan dan memelihara harta yang kita dapatkan tersebut. Hal itu, tak lain sebagai ungkapan syukur terhadap ni’mat yang diberikan. Rasulullah SAW., bersabda, “Maa min yaumin gharabat syamsuhu illaa wamalakani yunaadiyaani, ‘Allahumma a’thi munfiqan khalafan, wamumsikan talafan, wa unzila dzaalika fil quran: fa’amma man a’tha wattaqa washaddaqa bil husna fasayunassiruhu lilyusra’—tidak ada hari setelah matahati tenggelam, kecuali terdapat dua malaikat yang berdoa, ‘Semoga Allah membalas (dengan kebaikan) orang-orang yang menafaqahkan hartanya, dan bangkrutkanlah orang-orang yang tidak menafaqahkannya.’ Kemudian diturunkankanlah sebuah ayat, ‘Dan untuk orang yang menafaqahkan harta dan bertaqwa, dan yang membenarkan adanya balasan tertinggi (surga), maka Allah akan memudahkan segala urusannya.’” (HR. Abu Daud)

 

Semua amalan baik, akan menjadi baik, jika dilakukan dengan niat dan cara yang baik. Selanjutnya, ikhlas menjadi penentu lain dari diterima tidaknya amalan baik tersebut. Dalam Nashaihul Ibad, Syaikh Nawawi berujar, “Ikhlas ada tiga, pertama, menyembunyikan amal dan hanya karena ridlo Allah semata (ini ikhlas yang paling tinggi). Kedua, beramal karena urusan akhirat, menginginkan surga dan takut siksa neraka (ini ikhlas dalam kadar pertengahan). Dan ketiga, beramal hanya karena ingin dilancarkan rezekinya/dipermudah urusan dunia (ini ikhlas paling rendah).

 

Seseorang yang selalu ikhlas beramal untuk Allah dan Rasul-Nya, ia selalu berusaha untuk berkata jujur dalam setiap apa yang diucapkan dan dikerjakannya. Dalam sebuah ayat dijelaskan, “Walaa talbisul haqqa bil baatili—dan janganlah mencampur-adukkan kebenaran dengan hal bathil (kejelekan).” Terkait dengan ini, Ibnu Abbas menafsirkan, “Janganlah mencampur-adukkan kejujuran dengan kebohongan.” Maka, dengan berkata jujur, kita akan terhindarkan (terpelihara) dari berkata dusta yang menjadi salah satu musabab lahirnya keterpurukan.

 

Terakhir, memelihara musyawarah dapat mengakomodir (menghimpun) pendapat-pendapat, saran, dsb., agar mencapai mufakat (sesuai dengan kesepatan, keinginan, dan maksud bersama). Hal ini, ditukas Rasulullah dalam sabdanya, “Al-musyaawaratu hishnun minannadaamah wa amaanun minal malamah—musyawarah dapat menghindarkan dari penyesalan dan menjaga dari celaan yang diucapkan orang lain.”

 

Demikianlah beberapa hal yang harus dipelihara, dan akan memelihara diri kita dari berbuat sesuatu yang dilarang dan dibenci Allah dan Rasul-Nya.  Dalam keseharian kita, sudahkah semua hal di atas terpelihara? Wallahu a’lamu.[]