HARI SANTRI DAN MAULID NABI
AL-IDHHAR.ORG–Momentum Hari Santri Nasional (HSN) tahun ini, bertepatan dengan masih hangatnya pembacaan diba di peringatan Maulid Nabi. Tidak berjarak begitu jauh, bahkan suasana perayaan Maulid Nabi masih berlangsung di beberapa masjid—hingga bulan Rabiul Awwal habis. Di tengah pandemi, agaknya, perayaan HSN, tidak akan semeriah tahun-tahun sebelum pandemi tiba. Demikian hal dengan perayaan Maulid Nabi. Tak apa. Konon, perayaan terbaik adalah hening yang merefleksikan langkah-langkah konkret berikutnya.
Santri harus mampu menjadi pembelajar yang tidak hanya cakap secara ilmu, tetapi luhur secara akhlak. Dalam sebuah keterangan dan ungkapan bijak tersampaikan bahwa adab dan akhlak jauh lebih penting daripada ilmu. Perpaduan antara ilmu dan akhlak itulah yang sangat khas santri dan menjadi contoh bagi pembelajar lainnya. Momentum hari santri, salah satunya, menjadi pengingat bagi semua santri tentang dua hal tersebut. Semangat mengaji harus terus menggelora. Akhlak dan budi pekerti harus semakin terjiwai.
Sementara itu, maulid adalah tentang kelahiran. Peringatan HSN yang bersamaan dengan momentum agung dari hari dilahirkannya Nabi Saw., harus menjadi pelecut dan pengingat. Santri harus mampu melahirkan semangat berlipat tentang menjadi pembelajar yang hebat. Merefleksikan sabda Nabi, “Uthlubu al-‘ilma min al-mahdi ila al-lahdi—tentang perintah menjadi pembelajar sepanjang hanyat.” Bagi santri, tidak ada kata selesai dengan mengaji. Tentu, mengaji dalam banyak hal. Mengaji di kobong, kampus, madrasah, ruang seminar kelimuan dan lainnya.
Lebih dari itu, santri harus memagari semangat kelimuannya dengan akhlak yang luhur. Momentum Maulid Nabi, menjadi pengingat pula bahwa salah satu misi diutusnya Nabi Saw. adalah sebagai penyempurna akhlak, “Innama bu’itstu liutammima makarima al-akhlaq—sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” Santri harus menjadi contoh tentang pembelajar terhormat karena memuliakan orangtua, kiai, guru dan sesama secara umum. Tetap rendah hati dan saling menghormati.
Selanjutnya, santri harus mampu menjadi penggerak bagi umat untuk semua hal-hal baik. Memberikan pencerahan kepada umat dengan menyampaikan intisari keilmuan yang didapatinya dari mengaji. Menyelamatkan umat dari hal-hal munkar dan membersamai umat menyempurnakan hal-hal ma’ruf. Santri harus menjadi bagian dari khairu ummah. Konsisten pada upaya melawan kemungkaran melalui gerakan-gerakan keilmuan dalam kerangka dakwah. Kokoh pada upaya mempertahankan semangat kebaikan dalam bingkai mashlahah al-ummah.
Tentang hal tersebut, momentum Maulid Nabi, menjadi pengingat pula bagi santri untuk terus berjuang. Menempatkan diri pada panggung besar bernama pengabdian: Menebarkan nilai-nilai positif kepada umat, mengabarkan Islam yang rahmatan lil-alamin, mengingatkan dan mengajak umat pada kebaikan, berperan aktif membantu umat agar selamat dari kemungkaran dan senantiasa dekat dengan hal ma’ruf—sebagai representasi orang-orang yang beriman kepada Allah Swt. Santri hari ini dan besok harinya lagi, harus siap menghadapi kondisi apa pun.
Waktu akan terus berjalan dengan melahirkan tantangan baru. Santri harus berbicara lebih dan menunjukkan eksistensinya dan memiliki panggung di forum nasional, bahkan internasional. Menjadi penyambung lidah kiai, menyampaikan perspektif baru, gagasan-gagasan segar, pandangan ilmiah berbasis al-Qur`an dan sabda Nabi. Tentu, berbekal ilmu yang mapan, akhlak yang elegan dan seperti halnya Nabi Saw., menjadi rahmat bagi semesta alam. Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.[]
Leave a comment
You must be logged in to post a comment.