TAHAJUD

TAHAJUD
Kiki Musthafa

BERAT. Salah satu amalan yang berat. Sekalipun tampak mudah. Hanya perlu bangun malam. Sekira pukul 02.30 sampai menjelang subuh. Tinggal pasang alarm. Bunyi pada waktunya. Bangun. Ambil air wudlu. Lalu, shalat minimal dua rakaat. Ya, sepintas mudah. Namun, tidak demikian kenyataannya. Shalat tahajud terbilang berat dilakukan. Apalagi oleh mereka yang tidak terbiasa. Bukan hanya sulitnya melawan kantuk. Lebih dari itu. Malas yang berlipat-lipat.

Begitulah. Amalan ibadah dengan fadlilah yang besar. Selalu besar pula tantangannya. Untuk bangun malamnya mungkin mudah. Bahkan tanpa disengaja. Kita terbiasa bangun. Karena buang air, misalnya. Mengganggu rasanya kalau sedang enak-enaknya tidur. Tetiba kebelet pipis, semisal. Terpaksa sekalipun ngantuk berat. Bangun sebentar. Menuju kamar kecil. Habis itu tidur lagi. Nyenyak lagi. Untuk shalat tahajud rasanya berat.

Untuk bangun yang disengaja. Sering pula kita lakukan. Setting alarm untuk nonton bola, semisal. Ada pertandingan Liga Champions yang biasanya tayang live dini hari. Alarm berbunyi. Pasti bangun. Yang paling mudah menyengaja pengin bangun malam adalah diniati sebelum tidur. Niat mau shalat malam. Entah. Niati saja ingin bangun di jam 02.30, semisal. Jika niatnya benar-benar kuat. Pasti terjaga. Seolah ada yang membangunkan. Silakan dicoba.

Masalahnya adalah setelah kita bangun. Apakah akan benar-benar shalat malam? Atau sibuk mematikan alarm? Atau kembali tidur lagi? Saat bangun itulah setan habis-habisan. Ia ngusap-usap wajah kita. Menarik-narik kantung mata kita. Untuk membuka mata saja seperti mengangkat beban puluhan kilo. Karenanya, ketika bangun. Niat ingin shalat. Paksakan ke kamar mandi. Ambil air wudlu dengan segera. Wajah menjadi segar. Setan pergi dan bubar.

Dalam kitab Fath al-Bari, Nabi SAW menjelaskan tentang keutamaan shalat tahajud. Salah satunya tentang turunnya fitnah dan kesedihan di suatu malam. Penyebabnya karena tidak ada yang membangunkan penghuni rumah untuk shalat tahajud. Artinya, tidak ada seorang pun yang melaksanakan shalat tahajud. Turunlah fitnah—hal-hal yang tidak mengenakkan—dan kesedihan yang berlarut-larut karena dihantam masalah tanpa ujung.

Kata Nabi, “Ma dza unzilal-lailata minal fitnah, ma dza unzila minal khazaini, man yuqidhu shawahibil hujurati?” Kata shawahibil hujurat bukan hanya teman tidur, tetapi merujuk pada seluruh penghuni rumah. Artinya, siapa yang membangunkan penghuni rumah untuk shalat tahajud? Jika tidak ada, fitnah dan kesedihan turun di rumah tersebut. Tidak ada ketenangan bagi mereka yang tak memiliki—sekalipun hanya—dua rakaat shalat tahajud dalam hidupnya.

Kasiyatin fid-dunya, ‘ariyatin fil-akhirat,” lanjut Nabi SAW. Mereka yang tidak pernah bertahajud, tampak berpakaian ketika di dunia, telanjang ketika di akhirat nanti. Di dunia ibadahnya tampak sempurna, tetapi tak benar-benar di-maqbul oleh Allah SWT. Sekalipun terkategorikan sebagai shalat sunnah, seakan-akan, shalat tahajud adalah tolok ukur baik-tidaknya amalan ibadah lainnya. Tahajud itu berat. Jika bisa dilaksanakan, ibadah lainnya mengikuti.

Mulai malam nanti mari kita coba. Sebelum tidur niati ingin bangun jam 02.30. Minta kepada Allah agar dibangunkan. Setting pula alarm. Buat jaga-jaga. Takutnya kita amat bebal dan kebluk. Sewaktu terjaga, langsung bangun. Duduk sebentar. Meluncur ke kamar mandi. Ambil air wudlu biar setannya kabur. Gelar sajadah. Shalat tahajud minimal dua rakaat. Ulangi lagi malam besoknya. Setiap hari. Setiap malam. Dengan dibiasakan. Berat bisa menjadi ringan.

Kata Sayyidah Aisyah RA, Rasul SAW shalat tahajudnya sebelas rakaat. Sujudnya lama. Sekira membaca lima puluh ayat dari Al-Qur`an. Setelah shalat tahajud Rasul tidak tidur lagi, shalat qabla subuh dua rakaat. Lalu, berbaring ke arah kanan—serupa jenazah dibaringkan—dan membaca, “Allahumma Rabba Jibrila wa Israfila wa ‘Azraila wa Muhammadin Shallallahu ‘alaihi wa sallama. Ajirni minan-nar. Ajirni minan-nar. Ajirni minan-nar.” Hingga azan subuh terdengar.[]

Leave a comment