Panggung stand up comedy

PANGGUNG STUND-UP COMEDY
Kiki Musthafa

PILKADA kemarin menyisakan fenomena menggelikan, salah satunya, tentang peran politisi muda-amatiran. Rata-rata mereka menjadi tim pemenangan. Ada yang baru naik kelas dari dunia pergerakan mahasiswa dan hendak belajar jadi politisi beneran. Ada yang sudah memulainya beberapa waktu lalu dengan menjadi caleg, tetapi gagal. Ada yang cuma ikut-ikutan, tidak jelas. Sebagian mereka ada yang sudah menjadi bagian struktural partai. Ada juga yang baru direkrut dadakan. Ada juga yang berharap pengin diakui, tetapi diacuhkan. Nah, yang menarik adalah yang kedua.

Tentu, sah-sah saja. Setiap orang memiliki hak untuk menentukan langkah dan preferensi politiknya. Dalam konteks pergerakan, menjadi bagian dari organisasi politik adalah sebuah keniscayaan. Ia menjadi mekanisme penting agar pergerakannya jelas, sejalan dengan idealisme dan ideologi partai. Langkah spekulatif dari politisi-politisi muda yang tiba-tiba direkrut partai lain dan berganti baju, menarik untuk diulas. Masalahnya, mereka anak baru, ingusan pula, yang seharusnya memupuk diri terlebih dahulu agar matang di satu partai tertentu. Riskan kalau sudah berani loncat sana-sini. Bisa-bisa keseleo dan amat mungkin patah tulang.

Karenanya, agak pesimis melihat masa depan pergerakan, jika politisi-politisi muda hari ini bermental oportunis. Di mana padi tampak menguning, di sana ia hendak memanen. Di mana lumbung didapat, di sana ia membawa karung. Di kepalanya hanya tersisa perut sendiri, urusan orang lain lapar, hanya akan menjadi narasi basi yang akan diulang berkali-kali saat musim kampanye tiba kembali. Anda ingin bukti? Mari bertaruh, dengan melihat pejabat korup yang dijerat KPK hari ini, kita bisa mendapati politisi muda-amatir-oportunis itu berada di posisi yang sama, di masa depannya nanti. Ya, senyatanya, mereka hanya sedang pentas di panggung stand-up comedy, lugu, lucu dan menggemaskan.[]

Leave a comment