IBADAH MEDSOS

Masjid Agung Kota Tasik (07/08/2020)

Ilmu adalah data. Amal shalih adalah aktivitas browsing internet kita. Jika tidak tulus, ibadah tidak terkoneksi…

_______________

IBADAH MEDSOS
Kiki Musthafa

SUATU ketika Nabiyullah Isa As berkata, “Jika seseorang berpuasa, hendaklah ia meminyaki rambut dan bibirnya, agar orang lain yang melihatnya, mengiranya sedang tidak berpuasa. Begitu pula dengan seseorang yang bersedekah, hendaknya memberi dengan tangan kanan yang disembunyikan dari tangan kirinya. Demikian hal dengan seseorang yang bersembahyang, harus menutupi tabir rumahnya. Semua, tersebab Allah membagi setiap pujian seperti halnya rezeki.” Secara tidak langsung, Nabiyullah Isa As memberikan isyarat bahwa kunci dari ibadah adalah hilangnya hasrat ingin dilihat oleh selain Allah, tulus.

Penyebabnya sederhana, seseorang yang ibadahnya tulus, ia akan berupaya mencari cara agar ibadahnya tersebut sempurna. Ia akan mempelajari ilmunya agar ibadahnya terkategorikan ibadah yang maqbul, ibadah yang diterima. Semisal, jika itu tentang shalat, ia akan mengaji fiqh agar mengerti bagaimana shalat yang baik—demikian hal dengan ibadah lainnya. Oleh karenanya, tulus tidak cukup hanya dengan mengkhususkan tujuan, tetapi pula disertai ikhtiar agar ibadahnya tersempurnakan. Sesuai dengan ilmunya. Sesuai dengan tuntunan Syara`.

Tulus dalam beribadah adalah upaya kita untuk berpikiran, berucap, bersikap, berserah diri secara jujur di hadapan Allah. Ibadah yang jujur adalah ibadah yang tanpa disisipi kepentingan lain selain ingin mendapat ridla Allah. Hanya itu. Tidak berambisi dipuja-puji orang lain. Tanpa berkeinginan disanjung-sanjung orang lain. Tanpa ingin ini dan itu yang bukan dari Allah. Karenanya, sesiapa yang ibadahnya ingin dianggap mulia oleh orang lain, senyatanya ia sedang berbohong di hadapan Allah. Tubuhnya menghadap kepada Allah, tetapi pikiran, ucapan, sikap dan hatinya tertambat pada sesama manusia.

“Istisyrafuka an ya’lama al-khalqu bikhushushiyyatika dalilun ‘ala ‘adami shidqika fi ‘ubudiyyatika—ambisi ingin dilihat orang lain dari semua keistimewaanmu, sebagai petunjuk bahwa lenyapnya kejujuran dalam ibadahmu,” kata Ibnu ‘Athaillah ketika menyampaikan petuah tentang hakikat tulus dalam beribadah. Ada banyak keistimewaan yang dimiliki manusia, lanjutnya, yang di antaranya adalah anugerah ilmu dan amal shalih. Keduanya jelas terhubung langsung dengan aktivitas ibadah kita sehari-hari. Ilmu adalah data. Amal shalih adalah aktivitas browsing internet kita. Jika tidak tulus, ibadah tidak terkoneksi.

Digitalisasi semua aktivitas dan ruang keseharian kita, menjadi tantangan tersendiri. Ada media sosial yang intensitas kebersamaan kita dengannya melebihi kedekatan kita dengan mushhaf al-Qur`an. Jika mushhaf kita pegang dan kita baca tak lebih dari tiga jam dalam sehari, media sosial bisa jadi menyita nyaris setengah dari 24 jam yang kita miliki. Karenanya, amat berat rasanya memisahkan aktivitas ibadah dengan medsos yang bagaikan sajadah bagi setiap shalat kita, kotak amal bagi setiap infaq kita, masjid bagi setiap zikir kita, mimbar bagi setiap dakwah kita, pasar bagi setiap lapak jualan kita dan lainnya.

Akan tetapi, bukan berarti medsos berkonotasi buruk. Ia bagaikan api. Bisa dipakai untuk menerangi jalan dan menghangatkan tubuh saat dihadang cuaca dingin. Bisa pula untuk membakar dan melahirkan madarat yang lain. Medsos adalah sebuah keniscayaan. Ia akan menjadi api penerang andai dipakai untuk mendakwahkan kebaikan. Namun, amat mungkin menjadi api lain yang bisa menghanguskan semua amalan ibadah yang berorientasi like dan komentar penuh puji dan sanjungan. Ah, sebenarnya sederhana saja. Semua kembali kepada niat di hati kita. Niat yang baik. Bukan niat yang picik.

Kenyataannya, melalui medsos, banyak orang-orang baik yang bisa menginspirasi lahirnya kebaikan lainnya. Posting yang baik-baik saja. Minimalisir mengirimkan hal-hal yang tidak berguna. Hindari kegilaan-kegilaan narsisme yang membuat kita lalai bahwa sebenarnya kita bukan siapa-siapa. Hina di hadapan Allah. Hina di hadapan manusia. Tampak terhormat, ah, tak lain karena Allah menutupi semua aib kita. Ibadah kita? Cukup kita dan Allah saja yang tahu. Yang lain akan tahu dengan sendirinya, tanpa perlu diberi tahu. Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.[]

Leave a comment