HENING DI IDUL ADHA

Bertambahlah saldo kesabaran dan ketaatan kita kepada Allah. Sekalipun didebit setiap hari—tersebab silih bergantinya persoalan yang dihadapi—tak berkurang, tak habis-habis. Justru, bertambah dan bertumbuh.

_____________

Masjid Agung Kota Tasik (31/07/2020)

HENING DI IDUL ADHA
Kiki Musthafa

DARI hati paling hening, saya ucapkan selamat hari raya kurban. Semoga Allah senantiasa menganugerahi kita kesabaran Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As. Sabar saat dihadapkan pada segala macam cobaan. Tidak mudah jatuh apalagi langsung menolak semua takdir yang Allah tetapkan. Menjadi manusia-manusia yang berhati lapang saat menerima semua ketentuan. Bersedia membuka beragam perspektif saat menyikapi kesulitan. Bahwa sesusah apa pun adalah terbaik. Bahwa setidakmengenakkan apa pun adalah terbaik. Bahwa semua yang Allah berikan adalah yang terbaik.

Semoga Allah selalu berkenan menganugerahi kita kesabaran. Sekali lagi, kesabaran. Konon, dalam konteks tertentu, derajat orang-orang sabar lebih tinggi dari orang-orang yang beriman. Namun, catat, dalam konteks tertentu dan bukan berarti substansi beriman bisa diganti dengan bersabar. Tidak demikian. Mudahnya, orang yang benar-benar beriman selalu dianugerahi nikmat kesabaran. Karenanya, sabar adalah nikmat terbesar. Tidak semua orang mampu melakukannya. Dalam pandangan sufistik, sabar adalah indikator kuat-lemahnya keimanan kita. Ritual berkurban, sejatinya, mengajarkan kesabaran.

Semoga pula Allah senantiasa menganugerahi kita ketaatan. Setaat Nabi Ibrahim As pada perintah Allah perihal mengurbankan putra semata wayangnya. Setaat Nabi Ismail As pada perintah Allah untuk dikurbankan oleh ayahnya. Allah menguji ketataan mereka dengan ritual paling tidak mungkin dilakukan manusia lainnya. Menyembelih anak tercinta dan Allah menggantinya dengan seekor kambing di detik-detik terakhir. Sebuah ibrah. Sebuah formulasi dalam menyikapi peliknya dimanika hidup. Ya, sesiapa yang benar-benar taat kepada Allah akan diselamatkan-Nya secara tiba-tiba dan tidak terduga.

Taat berarti menyegerakan semua yang Allah perintahkan dan mengasingkan semua yang Allah larang. Lakukan yang Allah mau. Tinggalkan yang tak diinginkan Allah. Seberat apa pun yang Allah perintahkan, sebaik-baiknya keadaan yang akan menghampiri kita kemudian. Semakin berat, semakin baik. Karenanya, ketika berhadapan dengan amalan ibadah yang tampaknya begitu berat untuk dilakukan, sebenarnya kita sedang berhadapan dengan peluang besar untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan yang lebih besar pula—andai kita taat dan ikhlas menjalaninya dengan sepenuh khidmat.

Selanjutnya, semoga Allah tak henti memberi kita kekuatan. Ya, kuat untuk sabar dan kuat untuk taat. Adakalanya, kita mampu bersabar, tetapi hanya sekali jalan. Sabar tidak boleh setengah-setengah. Sabar harus seutuhnya dan selamanya. Tentu bukan hal mudah. Karenanya, tanpa pertolongan Allah, taklah mungkin kita melakukannya. Adakalanya pula, kita mampu untuk taat, tetapi hanya sepintas lewat. Ketika susah, taat kita di level tertinggi—menyerah total kepada Allah karena kehilangan harapan. Namun, ketika senang, jatuh ke level terendah. Kita kembali jemawa. Sombong tiada terkira. Karenanya, semoga Allah menguatkan.

Hari ini hingga tiga hari ke depan, kita akan melaksanakan ritual kurban. Setidaknya, berkurban adalah momentum terbaik untuk mengajukan proposal kesabaran dan ketaatan. Dengan berkurban itulah, semoga Allah berkenan mentransfer kesabaran dan ketaatan Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As ke dalam rekening sikap, ucap, hati dan pikiran, amalan dan ibadah kita, sekarang dan untuk selamanya. Bertambahlah saldo kesabaran dan ketaatan kita kepada Allah. Sekalipun didebit setiap hari—tersebab silih bergantinya persoalan yang dihadapi—tak berkurang, tak habis-habis. Justru, bertambah dan bertumbuh.

Akhirnya, selamat hari raya Idul Adha 1441 Hijriyah. Idul Adha di tengah pandemi. Idul Adha paling menyedihkan karena saudara-saudara kita tak bisa berangkat haji. Tak apa. Kita fokus saja pada berkurban. Bagi yang mampu, amat dianjurkan. Bagi yang tidak mampu, tak menjadi persoalan. Ia bukan wajib ‘ain, tetapi hanya sunnah muakkad. Sekalipun hanya, ia amat berharga. Kesabaran dan ketaatan kita, Allah titipkan di sana. Dikirimkan langsung dari masa lalu. Dari kisah agung Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As. Idul Adha yang hening. Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa alihi wa shahbihi ajma’in.[]

Leave a comment