BAIKLAH, VID!

Obrolan ringan pagi ini. Agaknya, seperti dikatakan Cak Nun, kita ini sedang bermasalah serius dengan Allah. Kita yang bebal, rakus, zalim. Covid-19, mungkin saja, hanya peringatan kecil, hanya. Saking besarnya masalah kita dengan Allah, peringatan yang hanya-nya saja sudah menelan puluh ribu nyawa…

Masjid Agung Kota Tasik (03/04/2020)

BAIKLAH, VID!
Kiki Musthafa

AGAKNYA, untuk saat ini, makhluk yang paling berkuasa di muka bumi adalah Covid-19. Sejak ditemukan di Wuhan pada bulan Desember lalu hingga hari ini, virus yang merupakan jelmaan baru dari SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) yang pernah ditemukan di China pada tahun 2002, telah memakan korban puluhan ribu nyawa di seluruh dunia, termasuk 157 pasien positif di Indonesia per 31 Maret 2020. Betapa hebatnya Covid-19 ini. Setelah merenggut banyak nyawa, ia lumpuhkan sendi-sendi perekonomian dunia dan menebar rasa takut dan saling curiga setiap detiknya. Namun, sekalipun tampak mengerikan, tenang, Covid-19 ini sama-sama makhluk Allah. Seperti halnya kita, ia dihidupkan dan akan pula dimatikan oleh Allah.

Lantas, apa gerangan tujuan Allah mengirim Covid-19 dan menjadikannya pandemi yang paling ditakuti? Sudah teramat banyak dan bertumpuk-tumpuk analisis para ahli tentang amuk Covid-19 ini. Mulai dari ahli virus, ahli politik, ahli agama dan ahli-ahli lainnya. Khusus untuk analisis para ahli yang terakhir, banyak petunjuk-petunjuk Al-Quran yang menjadikan alasan kenapa Covid-19 ini layak datang dan memorakporandakan stabilitas kehidupan manusia di muka bumi. Rata-rata yang muncul dan paling relevan adalah ayat-ayat tentang bencana. Intinya, mau mengelak dengan cara apa pun, kita sudah terlalu banyak berbuat salah kepada Allah, kepada alam, kepada sesama manusia. Amat mungkin, Covid-19 ini diturunkan Allah untuk mengingatkan saja.

Pencopet diingatkan Allah dengan kehilangan uang hasil copetan. Pencuri ayam dengan dipatuk ayam curian. Penjarah jemuran dengan kehilangan jemurannya sendiri. Perampok dengan dirampok balik. Koruptor dengan dipenjara dan kehilangan harga diri. Pemaksiat dengan dibuat sakit perut berhari-hari. Semisal demikian dan lain sebagainya. Semua keburukan yang kita perbuat akan kembali kepada diri sendiri sebagai sebuah peringatan. Allah akan senantiasa mengingatkan dan memberi kesempatan agar kita segera mengisolasi diri dalam ruang pertaubatan. Umur ditambah. Rezeki masih dialirkan. Kesehatan tetap diberikan. Rahman dan rahimnya Allah, seberengsek apa pun kita, tetap mendapat jatah yang sama untuk memohon ampunan.

Persoalannya, ada yang memaksimalkan kesempatan tersebut, ada pula yang mengabaikannya. Baiklah, menyoal musibah pandemi Covid-19 hari ini, bagi kita, orang-orang yang mengaku beriman, ingin disangkal dengan cara apa pun, di hati paling kecil dengan kesadaran paling sunyi, kita sedang bermasalah serius dengan Allah. Bayangkan, volume peringatan yang kita terima, harus ditebus dengan puluhan ribu nyawa saudara-saudara kita di seluruh dunia. Berarti—silakan untuk sepakat ataupun tidak—masalah kita dengan Allah amatlah besar dan mungkin terakumulasi dalam jelajah waktu yang amat panjang. Karenanya, entah taubat level macam apa yang bisa sepadan dengan semua problem maha serius kita belakangan ini.

Tentu, selain ikhtiar lahiriyyah—seperti di tulisan sebelumnya—ikhtiar bathiniyyah pun harus termaksimalkan. Physical distancing dilakukan, istighfar dilanggengkan. Jangan ngeyel, jangan sok-sok-an, jangan meremehkan. Kali ini, sungguh tidak ada pilihan, jelas-jelas kita sedang berkasus besar di hadapan Allah. Karenanya, coba perlahan evaluasi semua keberengsekan-keberengsekan kita selama ini. Dikte semua masalah-masalah besar kita dengan Allah, dengan alam, dengan sesama manusia. Kita yang bebal. Kita yang rakus. Kita yang zalim. Kita yang bertubuh manusia, tetapi berjiwa binatang. Baiklah, Vid, misimu tercapai, pulanglah, kami sudah benar-benar bertaubat. Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.[]

Leave a comment