TUJUAN

TUJUAN
Kiki Musthafa

KONON, salah satu momentum terpenting dalam hidup manusia adalah ketika mereka tahu untuk apa dilahirkan. Perjalanannya dari satu menit ke menit yang lain, satu jam ke jam berikutnya, satu hari ke hari besoknya, satu minggu ke minggu selanjutnya, satu bulan ke bulan setelahnya, satu tahun ke tahun yang akan datang, akan terasa jelas dan terencana. Jelas karena tahu tujuannya. Terencana karena mengerti cara untuk menempuhnya. Jika tidak, pasti berantakan, seperti seseorang yang berkendara, tetapi tidak mengerti arah dan tujuan. Karenanya, harus punya tujuan. Demikian dengan hidup.

Sampai detik ini, bertahun-tahun mengarungi hidup. Sepanjang rekaman memori dan ingatan, mulai sejak TK, SD, SMP, SMA hingga kuliah, kerja dan berkeluarga, sepanjang itulah tak terhitung leliku hidup yang telah kita jalani. Ada yang sudah merasa sampai pada apa yang dicita-citakan sejak kecil. Ada yang merasa masih berproses dan belum sampai-sampai. Ada yang merasa gagal dan tidak tertarik untuk kembali memulai. Ada yang merasa jatuh dan kembali bangun untuk terus mencoba dan tidak menyerah. Terlepas dari semua itu, sedikit-banyaknya, apabila tidak memiliki tujuan, prosesnya akan melelahkan.

Kecuali bagi mereka yang sudah merasa sampai lalu terlena dan yang gagal lalu menyerah, ikhtiar panjang mencari kehidupan dunia akan terasa berantakan tanpa mengenal arah dan tujuan. Bayangkan, apakah ada yang abadi dengan kekayaan? Apakah ada yang langgeng dengan jabatan? Apakah ada yang terus bertahan dengan karir cemerlang yang membanggakan? Apakah ada yang benar-benar tak tergantikan dengan semua prestasi dan pencapaian? Jawabannya ada, jika semuanya diniati dan diikhtiartkan untuk Allah Subhaanahu wa ta’aala dan tidak ada jika diorientasikan kepada selain-Nya.

Sederhananya, jika semua diperjuangkan untuk dan karena Allah, sekalipun hilang, akan berganti dengan hal lain yang lebih baik lagi. Harta yang habis untuk beribadah, akan Allah ganti dengan segera. Jabatan yang berakhir baik sebagai representasi dari anfa’uhum li an-naas—kebermanfaatan bagi sesama karena Allah, akan diganti dengan derajat yang lebih tinggi. Karir dan prestasi yang punah karena memilih ber-istiqamah dalam ibadah, akan diganti dengan hal terbaik yang tidak terduga. Selagi kehidupan akhirat dijadikan sebagai arah dan Allah-lah satu-satunya tujuan, semua akan berjalan mudah dan membahagiakan.

Anggaplah, sekeluarnya kita dari rahim ibu adalah kita yang berkendara dengan memegang satu tujuan: liya’buduun—untuk beribadah kepada Allah. Arahnya jelas, kehidupan akhirat yang tanpa batas. Tujuannya pasti, keridlaan Allah yang tidak terganti. Jika sudah demikian, semua ikhtiar keduniaan kita, akan terkonsep sempurna agar tidak berantakan, dengan jalan yang terpagari agar tidak tersesat. Ada aturan-aturan Syara` yang tersimpan apik dalam al-Qur`an dan hadis Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama yang senantiasa menjadi rambu untuk sampai dengan selamat.

Inilah momentum terpenting itu, saat kita mengerti alasan terbaik lahirnya kita ke dunia. Karenanya, tidak ada perjalanan yang perlu ditangisi dan disesali. Dari satu menit ke menit yang lain, satu jam ke jam berikutnya, satu hari ke hari besoknya, satu minggu ke minggu selanjutnya, satu bulan ke bulan setelahnya, satu tahun ke tahun yang akan datang, terasa jelas dan terencana, mudah dan terbahagiakan. Sungguh, ketika Allah-lah satu-satunya tujuan, yang lain akan terpinggirkan. Allaahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihii wa shahbihii ajma’iin.[]

Leave a comment