Menjadi Mudah

MENJADI MUDAH

Kiki Musthafa

 

PRINSIPNYA, tak ada yang benar-benar sulit, meskipun kenyataannya bukan sebagai sesuatu yang mudah. Ada yang tampak sulit, tapi ternyata mudah. Ada pula yang terlihat mudah, tapi amat sulit terasa. Karenanya, tidak ada yang benar-benar sulit, tidak pula benar-benar mudah. Sangat relatif. Namun, seluruhnya lebih memungkinkan pada menjadi mudah karena Alquran menjamin semuanya—inna ma’al ‘usri yusra, selalu ada hal mudah di balik kesulitan apa pun—apabila dijalani dan diupayakan melalui niat dan cara yang baik. Lantas, masih perlu mempersulit sesuatu yang sebenarnya berpotensi untuk dipermudah?

Ini persoalannya. Semua aktivitas, tanggung jawab, pekerjaan, beban, kewajiban dan lainnya, selalu tampak lebih sulit dari kenyataannya. Lebih tepatnya, selalu dibuat-buat menjadi lebih sulit dan rumit. Padahal, kesulitan pada hal apa pun adalah demikian adanya, lahir menyertai setiap aktivitas yang kita lakukan. Nyaris seluruhnya memiliki kadar kesulitan sendiri-sendiri. Tidak ringan-ringan saja. Tidak pula mudah-mudah saja. Karenanya, rugi berlipat jika sesuatu yang pada hakikatnya sulit, dipersulit dengan hal-hal lain yang justru lebih menyulitkan—terlebih itu adalah hal buruk.

Semisal, mengayuh becak itu sulit karena melelahkan. Kaki pegal, badan capek, terlebih jika itu di siang hari saat terik matahari membakar atau kapan saja saat hujan turun. Bisa kepanasan, bisa pula kedinginan. Senyaman apa pun mengayuh becak—karena memang pekerjaannya demikian—tetap saja setiap pekerjaan memiliki kesulitan tersendiri, melelahkan dan membuat capek. Namun, jika mengayuh becak tersebut diniati dan dijalani sebaik mungkin sebagai salah satu jalan untuk beribadah kepada Allah Swt—dengan menunaikan ikhtiar menafkahi keluarga sebagai sebuah kewajiban—semua menjadi mudah adanya.

Lalu, bekerja di kantor itu pun sama sulitnya karena tetap melelahkan, kan? Berangkat pagi, pulang menjelang sore, bahkan hingga malam hari dan berlangsung selama hari kerja—bisa jadi enam hari dalam seminggu. Meskipun sudah menjadi rutinitas yang mendarah daging, semisal karena sudah dijalani bertahun-tahun lamanya dan terbiasa demikian, taklah benar-benar merupakan sesuatu yang ringan-ringan saja. Selalu ada hal sulit dan pelik yang mesti dilalui dan diselesaikan. Pada fase tertentu, bahkan banyak pula yang putus asa lalu memutuskan resign dengan alasan tertentu pula. Namun, jika diniati baik karena dan untuk beribadah kepada Allah Swt, sesulit apa pun, mudahlah ia.

Selanjutnya, menjadi birokrat atau pejabat pemerintahan, jelas tidaklah mudah. Meskipun demikian, bukan berarti tantangannya lebih besar dari menjadi pengayuh becak dan pekerja kantoran biasa. Sama saja, tetap sulit. Bedanya hanya ruang dan ritme kerja saja—yang memengaruhi kadar kesulitannya yang kemudian menjadi tak sama—sementara yang harus dihadapi dan diselesaikan taklah jauh berbeda: Hawa nafsu dan berahi materialistik, bisa berupa uang haram atau jabatan yang diraih dengan cara yang tidak layak. Banyak yang kemudian kesulitan mengalahkan dirinya sendiri, lalu korupsi, lalu masuk bui. Namun, lagi-lagi, jika semua dibersihkan total untuk dan karena Allah Swt, apa yang harus sulit?

Pada akhirnya, perkerjaan apa pun itu, tetaplah menyulitkan—apalagi tidak melakukan pekerjaan sama sekali, sama sulitnya, bahkan bisa lebih, padahal hanya berdiam diri. Tidak ada yang mudah, namun semua bisa menjadi mudah. Niatkan saja sebagai ikhtiar terbaik untuk beribadah kepada Allah Swt dalam banyak hal. Lalu, jalani dengan cara yang baik pula, tanpa merugikan dan mencurangi siapa pun. Mengayuh becak, kerja di kantor, menjadi birokrat juga pejabat pemerintahan, tekadkan dengan lillahi—untuk dan karena Allah Swt, hasilnya untuk bekal beribadah. Amat normatif? Tak apa, kenyataannya segala hal yang disandarkan bukan untuk dan karena Allah Swt selalu menyulitkan dan menjadi rahim lahirnya kekecewaan. Ya, sudah, untuk dan karena Allah saja dan semua akan menjadi mudah dengan sendirinya. Allaahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihii wa shahbihii ajma’iin.[]

Leave a comment