LEBARAN, LEBURAN, LIBURAN

LEBARAN, LEBURAN, LIBURAN

Kiki Musthafa

 

 

TENTUNYA, selamat hari raya Idul Fitri 1439 H. Semoga segala kebaikan yang kita tunaikan selama Ramadan, bertemu muaranya di hari Lebaran. Semua ritualitas ibadah yang berangkat dari semangat shaum selama bulan suci, diterima oleh Allah Swt dan menjadi bekal berarti untuk melewati satu tahun yang panjang di depan—tahun yang kemungkinan, sangat dapat dipastikan, akan terasa gaduh dengan gelaran kontestasi politik, mulai Pilkada, Pileg juga Pilpres. Lupakan, ya, lupakan. Jangan melulu dibuat tegang. Saat ini, yang lebih penting, kita lebaran.

Lebaran berarti menuntaskan segala yang sudah diupayakan. Jika untuk mencapai sebuah kemenangan—semisal dalam sebuah pertarungan—haruslah dilalui dengan semangat juang yang tinggi, demikian hal dengan lebaran. Ada proses panjang yang terlewati dan harus tertaklukkan dimulai sejak dua bulan sebelumnya. Rajab bertarung untuk menghilangkan semua hal buruk di badan. Lalu, Sya’ban bertarung untuk menetralisir segala kotoran hati yang kerap mengontrol sikap, ucap dan pikiran. Berlanjut Ramadan dengan membersihkan jiwa.

Ketiga proses alot itu—tak usai setiap tahun diperbincangkan—jika konotasinya adalah sebuah pertarungan, hawa nafsulah yang jadi lawan terbesar kita. Ketahanan diri dari menyakiti, mencurangi, menyikut, menjatuhkan, menginjak dan meruntuhkan, haruslah terbangun kokoh di bulan Rajab, purna menjadi pribadi yang beradab. Sementara itu, keteguhan hati agar tak mendengki, mencurigai, mendendam dan mengutuki, haruslah pula terbentuk di Sya’ban, purna menjadi pribadi yang bijaksana. Di bulan Ramadan, menjadi hamba Allah yang pasrah dan berserah untuk-Nya. Lalu, tuntaslah semua, kita lebaran.

Namun, tersebab kita adalah manusia yang konon menjadi tempat berpulangnya khilaf dan lupa, salah dan nista, marah dan murka, lebaran pun adalah leburan. Semua khilaf yang tersadarkan dan lupa yang teringatkan, leburkan dalam maaf. Semua salah yang menyengaja atau tidak dan nista yang ingin terhapuskan, leburkan dalam maaf. Pun semua kemarahan yang teredakan dan murka yang mendingin lalu lenyap, leburkan dalam maaf. Di hari lebaran, kita saling meleburkan semua yang tak mengenakkan dengan saling memaafkan. Lebaran, leburan.

Baru, setelah tuntas segala upaya besar memenangkan pertarungan dan saling melebur kealfaan dengan kata maaf, tiba saatnya kita liburan. Ya, yang sebelumnya telah berhasil mudik ke kampung halaman, liburannya diawali dengan mengunjungi sanak keluarga yang lain. Pun dengan berkunjung ke rumah tetangga, rekan, sahabat dan sesiapa yang pernah mengenal kita. Sementara itu, yang masih tertahan di perantauan, bisa memulainya dengan bersiap pulang atau paling tidak bertukar kabar melalui sambungan telepon dan video. Selanjutnya, dipungkasi dengan liburan dalam konteks melepas kangen dan mempererat silaturahmi melalui acara-acara tertentu. Lebaran, leburan, baru liburan.

Terhubung dengan semua itu, di suasana Idul Fitri yang penuh kebahagiaan ini, mari berjabat tangan untuk saling meyakinkan bahwa kita saudara. Tak peduli kelas, profesi, jabatan juga status sosial yang tampak di permukaan, hari ini, semua sama. Tak ada yang berhak membuat kita berbeda dan terpisah dalam Islam, hari ini, kita rekatkan apa yang pernah membuat kita tak sama, kita rajut kembali apa yang membuat kita berjarak sedemikian lama. Lalu, kita buat komitmen bersama bahwa untuk hari yang panjang setelah ini, kita saling berjabat, kita saling memberi manfaat.

Akhirnya, selamat hari raya Idul Fitri 1439 H. Semoga segala kebaikan yang kita tunaikan selama Ramadan, bertemu muaranya di hari lebaran. Semoga pula  semua ritualitas ibadah yang berangkat dari semangat shaum selama bulan suci, diterima oleh Allah Swt dan menjadi bekal berarti untuk melewati satu tahun yang panjang setelah ini. Mari, saatnya kita rayakan lebaran, kita bersaling leburan, kita ekspresikan liburan. Taqabbalallaahu minnaa wa minkum.[] 

 

 

 

 

 

 

Leave a comment