RAMADAN BERSEDEKAH

RAMADAN BERSEDEKAH
Kiki Musthafa
Dalam bahasa Arab kita mengenalnya dengan shadaqah. Ia bukan hanya tentang
infak juga tentu bukan hanya menyoal zakat. Jika infak identik dengan
mengeluarkan harta, baik yang berketentuan dan yang tidak berketentuan apa
pun—zakat, kafarat, nazar, juga pemberian lainnya. Sementara sedekah memiliki
pemaknaan yang lebih luas lagi, di dalamnya ada zakat, infak, pun pemberian
yang non-materi. Ia bisa dalam bentuk apa saja.
Hubungannya dengan Ramadan, bersedekah merupakan salah satu amalan
paling sederhana yang dianjurkan. Sebagai sebuah pelatihan dalam sebulan,
Ramadan memberikan penekanan khusus agar setiap kita memiliki kepedulian
terhadap sesama. Setidaknya, ada dua hal menyoal sedekah yang bisa dilakukan di
bulan suci juga menjadi bekal untuk di bulan lain. Pertama, sedekah materi. Ini
erat hubungannya dengan infaq—baik yang berketentuan ataupun yang tidak,
yang wajib semisal, zakat, kafarat, nazar, atau yang sunat semacam memberikan
santunan berupa uang kepada fakir miskin.
Dalam Alquran terjelaskan, “Yaa ayyuhal-ladziina aamanuu anfiquu min
thayyibaati maa kasabtum wa mimmaa akhrajnaa lakum minal-ardl…—Wahai
orang-orang yang beriman, nafakahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari
bumi untukmu.” (QS. al-Baqarah: 267). Ayat ini menunjukkan dengan jelas
bahwa segala apa yang diberikan oleh Allah melalui apa yang kita kerjakan,
pun segala yang ditumbuhkan di atas bumi adalah sesuatu yang harus
diinfaqkan. Hal ini, mengindikasikan bahwa ada hak orang lain, dari setiap
yang kita miliki.
Kedua, sedekah non-materi. Ini kemungkinan lain yang bisa dilakukan
siapa saja. Jika pemberian bersifat materi hanya tersekat bagi mereka yang
memiliki uang lebih, semisal, pemberian non-materi merujuk pada apa saja
yang bisa diperbuat. Dalam hal ini, tentu sesuatu yang memiliki impact baik
terhadap sesama lainnya. Semisal, pemberian berupa tenaga, pikiran,
kesantunan, keramahan, bahkan dalam level paling mudah sekalipun;
senyuman. Ya, tersenyum itu sedekah.
Keduanya, tentulah akan menjadi rahim bagi lahirnya kebaikan yang
lain. Akan berlipat. Setiap yang kita berikan, tersedekahkan, terinfakkan,
akan ditimbal dengan balasan yang jauh lebih besar. Kadarnya, mencapai 700
kali lipat. Selaras dengan apa yang dianalogikan Alquran dengan “habbatin
(sebutir benih)”, menumbuhkan “sab’a sanaabiila (tujuh bulir)”, lalu “miatu
habbatin (seratus biji)” dalam setiap bulirnya—fi kulli sunbulatin.
Akan tetapi, analogi yang dihadirkan Alquran di atas, berlaku untuk
setiap sedekah yang tidak disertai dengan cara yang menyakitkan. Ini syarat
mutlaknya. Tidak dibarengi upaya mengumbar apa yang disedekahkan,
terlebih dibarengi menyakiti perasaan orang lain yang kita beri—bil manni
wal-adzaa (QS. al-Baqarah: 264). Bersedekah yang menyakiti, tidak akan
melahirkan kebaikan setelahnya. Disertai haus puja-puji. Rakus sanjungan.
Pun hasrat penuh ingin dielu-elukan. Menurut Alquran, keadaan demikian

tak ubahnya batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian ditimpa hujan
lebat, tersapu bersih untuk menjadi lenyap—shafwaanin ‘alaihi turaabun
faashaabahuu waabilun fatarakahuu shaldaa. Tidak berbekas. Tidak
melahirkan kebaikan apa pun setelahnya.
Ya, dalam bahasa Arab kita mengenalnya dengan shadaqah. Ia bukan hanya
tentang infak juga tentu bukan hanya menyoal zakat. Ia memiliki pemaknaan yang
lebih luas lagi, di dalamnya ada zakat, infak, pun pemberian yang non-materi. Ia
bisa dalam bentuk apa saja. Ia bisa dalam cara apa saja selagi memberikan
kebermanfaatan bagi sesama. Mari bersedekah di bulan Ramadan. Allaahumma
shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘alaa aalihii wa shahbihii ajma’iin.[]

Leave a comment