INILAH RAMADAN

SYUKUR tiada batas, akhirnya Allah Swt masih berkenan mempertemukan
kita kembali dengan Ramadan. Tentu, ini adalah nikmat yang tak terduakan.
Seperti setahun kehausan dan kelaparan, diperjumpakan dengan Ramadan,
tak ubahnya dihadiahi perjamuan besar. Di bulan suci ini, kebaikan
terhimpun, taat diterima, doa terkabul, dosa terampuni dan surga
tersediakan—semua terkhususkan bagi mereka yang berusaha untuk shaum
dengan sebenar-benarnya shaum.
Ramadan adalah semacam pelatihan. Badan, hati dan jiwa kita yang
tertuntut untuk tersucikan dan shaum-lah penentu lulus-tidaknya kita di
pelatihan tersebut. Di sini, hakikat shaum kita yang dipertaruhkan dan harus
diperjuangkan. Ya, bukan hanya tentang menahan tidak makan dan minum
sedari sahur sampai berbuka, tetapi lebih dari menahan segalanya. Seluruh
anggota tubuh tertahan dari berbuat buruk, hati tertahan dari menyimpan
hal-hal busuk, jiwa kita tersucikan dari ragam kemaksiatan-kemaksiatan.
Oleh karenanya, para ulama saleh terdahulu mengklasifikasi shaum
pada tiga tingkatan. Pertama, shaum awam, yaitu shaum-nya seseorang yang
hanya menahan lapar, haus, juga syahwat saja. Jika dalam satu bulan yang
kita jalani, shaum kita hanya tentang tidak makan, minum, juga berhubungan
badan di siang hari dengan suami dan istri kita, shaum kita masih kategori
shaum awam—terbawah, paling sederhana. Apakah ini buruk? Tentulah
tidak. Akan tetapi, Ramadan itu istimewa dan untuk meraih keistimewaannya
perlulah upaya yang istimewa pula.
Berada pada derajat shaum paling sederhana, bukanlah preseden baik
untuk bisa lulus di pelatihan Ramadan. Penyebabnya pun teramat sederhana;
mengosongkan perut dan melupakan syahwat, tetapi tidak dibarengi dengan
mengosongkan hati dan pikiran dari kedengkian, dendam, prasangka buruk
dan lainnya, hanya akan menyisakan haus dan lapar juga syahwat yang
tertahan. Tidak lebih. Ya, hanya menahan hal yang membatalkan puasa di
tubuh saja, sementara di hati dan jiwa kita shaum itu tidak terasa.
Akibatnya, di saat bersamaan, lapar kita akan menyakiti pihak lain, kita
kenyangkan. Dahaga akan sanjungan dan kesombongan, kita puaskan. Lalu,
syahwat kita akan materi, pun kita lampiaskan. Harap maklum, apabila di
akhir Ramadan, pelatihan Ramadan hanya diakhiri oleh kesibukan memburu
baju Lebaran, sementara badan, hati dan jiwa kita telanjang tanpa sehelai
rasa malu; meminta kebaikan, ampunan dan yang doa terkabulkan, tetapi tak
benar-benar ber-shaum seperti yang Allah Swt pintakan.
Kedua, shaum khawas, yaitu golongan mukmin yang beramal semata-
mata karena Allah Swt—shaum-nya orang-orang saleh. Untuk derajat shaum
ini, perkara shaum akan sangat menggelikan jika hanya menyoal lapar, haus,
dan syahwat saja. Tidak level. Itu perkara kecil—meskipun kenyataanya

hanya golongan pertengahan. Mereka sudah bicara lebih jauh dari
perbincangan golongan shaum awam. Mereka ingin melewatkan pelatihan
Ramadan dengan cara yang lebih istimewa. Mengistimewakan Ramadan
dengan amalan yang istimewa.
Golongan pertengahan ini, lebih menyibukkan diri dengan men-shaum-
kan seluruh anggota badannya. Mata, telinga, mulut, tangan, kaki juga
seluruhnya, ikut ber-shaum dengan tidak melihat, mendengar, berucap dan
terjaga dari semua hal-hal buruk. Oleh karenanya, semua tentang
kebohongan, hasutan, kepalsuan dan perburuan terhadap syahwat, akan
sangat tabu diungkapkan golongan ini. Golongan pertengahan. Tempatnya
orang-orang saleh.
Ketiga, shaum khawasul khawas, yaitu mereka yang ber-shaum pula hati
dan pikirannya dari ambisi duniawi. Mereka mengkhusukan shaum yang
dijalaninya hanya untuk Allah Swt semata. Bukan untuk mendapatkan surga.
Bukan pula untuk menghindari neraka. Mereka tidak peduli apa pun di luar
itu. Apalagi hanya sebatas menahan haus dan lapar juga hati yang
terbersihkan. Semua sudah paripurna. Mereka hanya shaum untuk ridla-nya
Allah Swt. Inilah golongan paling tinggi yang derajat shaum-nya setara
dengan shaum-nya para nabi dan kaum shiddiqin—mereka yang selalu
berada di jalan Allah dalam keadaan apa pun.
Ya, syukur tiada habis, akhirnya Allah Swt masih berkenan
mempertemukan kita kembali dengan Ramadan. Tentu, ini adalah nikmat
yang tak terduakan. Seperti setahun kehausan dan kelaparan, diperjumpakan
dengan Ramadan, tak ubahnya dihadiahi perjamuan besar. Ada kebaikan
terhimpun, taat yang diterima, doa yang terkabul, dosa yang terampuni dan
surga yang tersediakan—semua terkhususkan bagi mereka yang berusaha
untuk shaum dengan sebenar-benarnya shaum. Inilah Ramadan dan semoga
Allah menguatkan kita untuk ber-shaum dan melaksanakan amalan-amalan
terbaik di bulan suci ini. Allaahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammadin wa
‘alaa aalihii wa shahbihii ajma’iin.[] – Kiki Mustafa.

Leave a comment