BERKATA-KATA

Kiki Musthafa

 

UNGKAPAN mulutmu harimaumu, benar adanya. Lisan mencerminkan apa yang tersimpan di hati. Dan hati merupakan akar dari sikap dan perilaku. Oleh karenanya, kata-kata (yang terucap melalui lisan) adalah bentuk nyata tabiat seseorang—meskipun kebohonganlah yang akan menjadi pengecualiannya.

Di sisi lain, hifdhul lisan—menjaga lisan—merupakan batasan tipis-tebalnya iman seseorang. Jika ia mampu menjaga lisannya dari mengucapkan hal buruk,  maka terjaga imannya. Namun, jika ia tak bisa berkata baik, dan justru membiarkan lisannya menjadi pintu lahirnya hal buruk, maka tergadailah imannya. Menipis, tersebab hatinya sudah diliputi hawa nafsu, yang konon merupakan musuh besar umat manusia.

Apa pun alasannya, setiap yang terlahir dibekali hawa nafsu dalam dirinya. Keinginan lebih. Ambisi menggunung. Harapan bertumpuk. Mimpi melangit. Dan macam lainnya—yang bukan untuk Allah dan Rasul-Nya—yang memungkinkan akan melahirkan kekecewaan, keputusasaan, kemarahan dll., tatkala semua tak bisa teraih sempurna.

Alhasil, muncullah prasangka, disebabkan karena keinginan, ambisi, harapan, dan mimpi yang tiba-tiba harus hangus di tengah jalan. Lalu, terucaplah kata-kata buruk, yang tidak diperbolehkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Terus berputar, seperti rantai yang melingkar: Hawa nafsu-kegagalan-prasangka-kemudian diakhiri dengan berkata-kata.

Berawal dari perputaran itulah, tebal-tipisnya iman seseorang dapat dilihat dan menjadi faktor penentu selamat-tidaknya ia dari harimau yang ada dalam lisannya, “Salamatul insan bi hifdhil lisan—selamatnya manusia tak lepas dari menjaga lisannya.” Dan tentu, dari perputaran itu pulalah, tabiat seseorang terbentuk dan tertampak dengan jelas.

Demikianlah, mulutmu harimaumu, kebaikanmu kata-katamu. Ia menjadi muasal untuk sikap dan prilaku yang muncul dengan sendirinya—berawal dari hati dan mengakar di dalamnya. Jelas, ia pula menjadi cermin siapa kita sebenarnya. Akhirnya, “Man taraka fudhulal kalam munihal hikmah—barang siapa meninggalkan banyak berkata-kata yang tidak baik, maka ia akan menemukan banyak hikmah-kebaikan dalam hidupnya.” Kuncinya, berkata-kata dan berprasangka baik untuk Allah dan Rasul-Nya. Wallahu a’alamu.[]

 

 

 

Leave a comment