AKHIRNYA, LEBARAN JUGA
Masjid Agung Kota Tasik (22/05/2020)
Kiki Musthafa
SELAMAT Idul Fitri, 1441 Hijriah. Mari bermaaf-maafan. Meminta maaf kepada adik, kakak, paman, bibi, uwak, semuanya. Meminta maaf kepada ayah, ibu, nenek, kakek, semua. Meminta maaf kepada kawan, sahabat, tetangga, followers, semuanya. Sebaliknya, maafkan kesalahan mereka, semuanya. Akan tetapi, jangan pernah memaafkan diri sendiri. Terus hantui diri dengan kesalahan yang telah diperbuat, sebatas bahan evaluasi. Terus kutuki diri sendiri dengan kekeliruan yang telah terjadi, sebatas bahan pembelajaran. Terus marahi diri sendiri dengan kegagalan yang terpelihara, sebatas motivasi untuk lebih baik lagi. Ujian Ramadan sudah usai, mari periksa nilainya di dalam diri.
Puasa kita dengan menahan perut di siang hari dari makan dan minum, lisan dari ucapan buruk, tangan dan kaki dari sikap dan langkah yang membuat kita jauh dari Allah, bertadarus, zikir, tarawih, tahajud dan lainnya selama sebulan penuh, harus merepresentasikan beberapa hal penting. Ibaratnya, selama Ramadan kita dikarantina agar mampu melumpuhkan segala potensi buruk yang terus bertumbuh dalam diri kita. Bukan hanya tentang organ dhahir yang tertampak secara fisik, tetapi pula organ bathin yang tak kasat. Selama sebulan, terkuraslah semua lumpur pekat dosa-dosa, lumut-lumut kesalahan, bakteri-bakteri kezaliman dan lainnya. Kolam di dalam diri kita, bening sebening-beningnya.
Perut yang lapar dan kerongkoran yang kehausan, harus merepresentasikan kokohnya ibadah kita, dalam keadaan tersulit sekalipun. Mafhum, makan dan minum adalah salah satu alasan manusia menyambung hidup setiap detiknya. Seakan-akan, setidaknya, semua dilakukan agar setiap harinya tersedia sepiring makanan dan segelas minuman. Namun, perlu dicatat, sekuat apa pun ikhtiar kita, semua dari Allah. Karenanya, apabila dilapangkan jalan oleh Allah, jangan rakus. Apabila sedang sempit, jangan berputus asa. Shaum di bulan Ramadan, salah satunya, menginfusi mentalitas tersebut dalam diri kita. Dicukupkan, alhamdulillah. Dikurangkan, tetap ibadah. Dilebihkan, terus sedekah.
Lisan yang juga shaum selama Ramadan, harus merepresentasikan cakapnya interaksi dan jalinan komunikasi kita dengan sesama. Sulit untuk dihindari, setiap aktivitas kita nyaris seluruhnya mengikutsertakan kerja lisan. Karenanya, dari setiap kesalahan kita, amat mungkin, lisan memiliki peran signifikan di dalamnya. Semakin banyak kesempatan berbicara, semakin besar kemungkinan terjadinya malfungsi lisan, semisal, berbohong, memfitnah, mengadu domba dan sebagainya. Ada yang disengaja untuk meluapkan kebencian dan dendam. Ada pula yang—pura-pura—tidak sengaja dengan memperhalus redaksi kata yang diucapkan, tujuannya, agar maksud buruk tercapai, citra baik tetap terjaga. Kita banget, kan?
Tangan dan kaki yang terisolasi, harus merepresentasikan kuatnya daya redam kita, dalam kondisi setakterkontrol sekalipun. Dua istrumen penting yang kerap mengeksekusi apa yang dilihat, didengar, dicium dan diraba ini, harus memiliki kecakapan kontrol yang baik. Karenanya, mata, telinga, hidung dan sentuhan harus dijaga. Jangan didekatkan pada hal-hal yang membuat Allah murka. Jika marah, tangan dan kaki harus terborgol dari melakukan tamparan, pukulan, apalagi terjangan dan tendangan. Karenanya, terlatih selama sebulan ber-shaum, semestinya telah lulus uji kontrol amarah dan emosi. Ubah kemarahan menjadi istighfar berkali-kali. Shaum adalah peredam.
Akhirnya, kemungkinan, kita berlebaran besok atau mungkin lusa. Siap-siap kuatkan mental untuk mengakui kesalahan dan memohonkan maaf pada keluarga, sahabat, bahkan musuh bebuyutan sekalipun. Jangan malu. Jangan sungkan. Sambungkan kembali silaturahmi yang terputus. Jahit kembali baju persahabatan yang sempat sobek. Setrika ulang pakaian kekeluargaan yang sempat kusut. Namun, jangan maafkan diri sendiri, ya, sebatas agar kita paham caranya mengevaluasi. Biakan diri kita berevolusi dari detik ke detik untuk menjadi lebih baik lagi. Tentang Covid-19, lupakan sejenak, siapkan ketupat, Lebaran sudah dekat. Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakun.[]
Leave a comment
You must be logged in to post a comment.