(PURA-PURA) GILA
SEJAK KH. Umar Basri, Pimpinan Pesantren Al-Hidayah Santiong dianiaya,
lalu tak berselang lama Ust. Prawoto, Komandan Operasional Brigade PP.
Persis dianiaya pula hingga meninggal, perbincangan tentang orang (pura-
pura) gila menjadi kegelisahan tersendiri di masyarakat. Setelah dua kejadian
yang cukup menyita perhatian itu, banyak beredar berita lanjutan di media
sosial terkait orang-orang tidak dikenal yang “mengintai” masjid dan para
ustadz—ketika tertangkap mereka berlagak seperti orang gila. Tentu,
sebagian ada yang benar-benar terjadi, sebagian masih membutuhkan
konfirmasi.
Banyak spekulasi yang berkembang, dari satu diskusi ke diskusi lain,
terhubung kejadian yang belakangan ini terus menghangat. Akan tetapi,
baiknya setiap yang mengemuka cukuplah menjadi alarm untuk waspada.
Mafhum adanya, tahun politik selalu menghadirkan intrik tersendiri, namun
tidaklah bijak jika kemudian itu menjadi instrumen untuk melahirkan
perpecahan. Faktanya, jika dilihat lebih seksama lagi, banyaknya orang
(pura-pura) gila yang menggelisahkan itu, pun menuai perdebatan antarkita.
Hal ini dikarenakan setiap kita berangkat dari cara pandang yang tak sama.
Terlepas dari semua itu, tulisan ini tidak memiliki kompetensi yang
cukup untuk mengulasnya lebih lanjut dan lebih analitis. Sama sekali tidak.
Hanya saja jika semua yang terjadi—notabene yang menjadi korban adalah
ulama dan tokoh penting di ormas Islam—merujuk pada upaya
melumpuhkan atau bahkan mengadu domba, sejarah banyak mencatat
tentang ini. Memang, di era memperjuangkan kemerdekaan dahulu, politik
adu dombalah yang kerap menjadi batu sandungan untuk membebaskan diri
dari kolonialisme. Namun, umat Islam dan bangsa ini pada akhirnya mampu
melewati itu.
Belajar dari sejarah itulah, setidaknya dua hal yang senyatanya harus
kita pegang; tetap waspada dan tetap bersama. Dalam hal ini, waspada bukan
berarti paranoid. Waspada adalah upaya untuk berhati-hati, berjaga-jaga,
bersiap siaga untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk yang
tidak kita inginkan. Termasuk pula waspada dengan hati dan pikiran kita
yang kadang mudah membangun prasangka yang berlebihan. Politik adu
domba mudah menyusup ketika antarkita tak lagi waspada terhadap
kecurigaan-kecurigaan dan prasangka yang masih bersifat asumtif.
Ini yang berat, waspada dengan hati dan pikiran masing-masing kita.
Sedikit saja lalai, terlebih di era digital dengan aktivitas hasut-mengasut yang
mudah disebar melalui gawai, sesiapa yang menginginkan ketidaknyamanan
terjadi akan mudah mengontrol dan mengendalikan kita. Imbasnya, bisa jadi
membuat kita abai pada adanya marabahaya yang mengintai, bisa jadi pula
membuat kita buas terhadap sesama kita. Ya, perkara orang (pura-pura) gila
ini, tentulah akan membuat kita menjadi lebih gila lagi, andai tidak waspada.
Selanjutnya, tetap bersama. Santri dan masyarakat, santri dan aparat,
tetap bersama mengawal fenomena orang (pura-pura) gila ini agar tidak
memakan korban baru lagi. Adanya instruksi dari Kapolda Jabar tertanggal 5
Februari 2018 agar Kasat Binmas dan Bhabinkamtibnas beserta jajarannya
ikut pula berjamaah shalat Subuh dengan pakaian dinas di masjid-masjid
warga dan pesantren, tugas mereka memang demikian, tetapi pula menjadi
awal yang bagus untuk membangun sinergitas dengan santri dan
masyarakat.
Akhirnya, apa pun yang terjadi terkait penganiayaan yang dilakukan
orang (pura-pura) gila, semoga hanya perkara sesaat yang tidak
berkepanjangan. Masyarakat sudah cukup lelah dengan tarif listrik, beras,
juga bahan pokok lain yang terus menghadirkan ketakutan-ketakutan baru.
Akan tetapi, kalaupun memang ada yang menginginkan kegaduhan terjadi di
tahun politik ini, baiklah cukup Allah subhanahu wa ta’ala menjadi pelindung
terbaik bagi kita. Ya, tentu sembari selalu waspada dan tetap bersama.
Allhumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi
ajma’in.[]
Kiki Musthafa
Leave a comment
You must be logged in to post a comment.