Menjadi Bahagia

 

Kiki Musthafa

 

SETIAP kita memiliki pandangan yang berbeda tentang kebahagiaan. Tetapi, disadari atau tidak, masing-masing kita secara diam-diam mematok kebahagiaan hanya sebatas memiliki hal yang bersifat materi semata. Salah? Tentu tidak. Karena manusia, secara lahiriyah dibekali keinginan yang sama. Tergantung sejauh mana kita menyikapinya. Apakah dijadikan sebagai jalan untuk patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, atau justru sebaliknya.

 

Terkait dengan hal di atas, segala yang kita dapatkan di dunia, belum tentu akan berakibat baik untuk bekal kita di akhirat kelak. Sehingga, Rasulullah SAW., memberikan kunci sederhana yang dapat membawa manusia pada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sederhana, mudah, tetapi justru mencakup segala perintah dan larangan-Nya.

 

Abdullah bin Amr bin Ash, RA., mengungkapkan lima kunci untuk mencapai kebahagiaan tersebut. Pertama, Awwaluha an yudzkara, “Laa ilaaha illallah, Muhammad rasululullah,” waqtan ala waqtin—selalu mengucapkan, “Laa ilaaha illallah, Muhammad rasulullah,” di setiap waktu.

 

Kedua, Waidza ibtala bibaliyyatin qaala, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun, walaa haula walaa quwwata illa billahil a’aliyyil ‘adhim”—Dan ketika ditimpa musibah, berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun, walaa haula walaa quwwata illa billahil a’aliyyil ‘adhim.”

 

Ketiga, Waidza u’thiya ni’matan, qaala, “Alhamdullillahi rabbil a’alamin,” syukran linni’mah—dan ketika diberi nikmat, berkata, “Alhamdullillahi rabbil a’alamin,” sebagai ungkapan rasa syukur terhadap nikmat yang diterima.

 

Keempat, Waidza ibtada fi syaiin, qaala, “Bismillaahirrahmaanirrahim,”—dan ketika akan memulai segala sesuatu, berkata, “Bismillaahirrahmaanirrahim.”

 

Terakhir—kelima, Waidza afratha minhu dzanban, qaala, “Astaghfirullahal ‘adhim wa atuubu ilaih,”—dan ketika melakukan dosa, berkata, “Astaghfirullahal ‘adhim wa atuubu ilaih.”

 

Dari ungkapan Abdulllah bin Amr bin Ash di atas, terdapat satu kesimpulan sederhana untuk meraih kebahagiaan: berdzikir kepada Allah. Selalu mengingat Allah di setiap kesempatan. Bertawakkal. Bersyukur. Dan bertaubat dari segala dosa yang telah diperbuat. Hal ini tak lepas dari apa yang disabdakan Rasulullah SAW., “Aktsiruu dzkrillah ‘azza wajalla ‘ala kulli halin. Fainnahu laisa ‘amalun ahabba ilallahi walaa anja li’abdin min kullli sayyiatin fiddunya wal akhirah min dzikrillah—perbanyaklah berdzikir kepada Allah Azza Wajalla di setiap waktu. Sesungguhnya tiak ada amalan yang paling dicintai Allah dan yang paling mampu menjauhkan seorang hamba dari berbuat buruk di dunia dan di akhirat, kecuali berdzikir kepada Allah.” (HR. Ibn Shorshoriy).

Demikianlah, bahagia itu sederhana. Tetapi, disadari atau tidak, masing-masing kita secara diam-diam mematok kebahagiaan hanya sebatas memiliki hal yang bersifat materi semata. Salah? Tentu tidak. Lengkapi dengan berdizikir. Wallahu a’lamu.[]