KH Agus Sunyoto dan Rekonstruksi Sejarah Wali Songo
KH Agus Sunyoto
Oleh Rudi Sirojudin Abas
Selasa, 27 April 2021, bertepatan dengan tanggal 15 Ramadan 1442 H menjadi hari duka bagi warga Nahdliyin. Pasalnya, KH. Agus Sunyoto (62 Tahun) telah meninggal dunia. Beliau merupakan Ketua Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa bakti 2015-2020.
Kabar kepergiannya menyisakan luka yang mendalam bagi seluruh warga Nahdliyin. Sebagaimana diketahui, KH. Agus Sunyoto merupakan budayawan sekaligus sejarawan yang produktif menulis berkaitan dengan sejarah Islam, khususnya sejarah Islam di Nusantara.
Dari sekian banyak karya tulisnya, buku Atlas Wali Songo yang kemudian disempurnakan dengan buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan menjadi bukti keseriusannya dalam mengungkap fakta budaya dan sejarah keberadaan Wali Songo. Bagaimana tidak, sejarah Wali Songo yang selama ini didapat dari cerita-cerita seperti babad, hikayat, maupun dongeng, ditampilkan dalam sebuah buku yang ditulis secara sistematis, disertai dengan data dan referensi yang kuat sehinga keabsahannya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Buku Atlas Wali Songo dan Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan dapat dijadikan referensi untuk meyakinkan masyarakat perihal keberadaan Wali Songo yang memang benar ada sebagai fakta sejarah, bukan sebatas mitos atau dongeng belaka. Kedua buku tersebut seolah menjadi jawaban bagi semua pihak perihal keberadaan Wali Songo yang sebenarnya. Terlebih dengan terbitnya buku Ensiklopedia Islam Van Hoeve (8 Jilid) dan buku Walisanga Tak Pernah Ada? (Sjamsudduha), juga buku Fakta Baru Wali Songo karya Z.A Syamsuddin yang meragukan eksistensi keberadaan para Wali Songo. Dua buku yang disebutkan terakhir menyimpulkan bahwa keberadaan Wali Songo tidak benar adanya. Sementara buku Ensiklopedia Islam Van Hoeve tidak menyertakan sedikit pun keberadaan Wali Songo sebagai penyebar agama Islam di Indonesia.
Dedikasi Tinggi
Tak banyak orang yang mampu menuliskan fakta sejarah. Terlebih yang ditulis itu adalah keberadaan Wali Songo, yang selain sebagai penyebar agama Islam di Nusantara, juga dikenal sebagai manusia yang diberi kemampuan adikodrati di luar nalar (karamah) oleh Allah SWT. Bisa dibayangkan, untuk menggali informasi perihal perkembangan Islam di Nusantara saja, diperlukan usaha yang begitu kuat. Jika bukan oleh orang yang mempunyai dedikasi tinggi untuk mengungkap fakta sejarah Wali Songo, mustahil penelitian semacam ini dapat terlaksana.
Berbeda halnya dengan KH. Agus Sunyoto. Beliau berani dan mampu mengungkap keberadaan Wali Songo dengan cermat dan detail. Sebagai orang yang menekuni bidang budaya dan sejarah, KH. Agus Sunyoto mampu mewujudkan fakta sejarah Wali Songo melalui analisis-analisis historiografinya. Misalnya dalam mengungkap sejarah perkembangan masuknya Islam ke Nusantara, beliau mampu memaparkan empat tesis teori masuknya Islam ke Nusantara (pengaruh Cina,Yunnan-Champa, India-Persia, dan Arab) dengan detail. Tak cukup disitu, kemampuannya dalam menguraikan data tentang geografi, etnis, serta agama bangsa Nusantara masa lampau seolah mempertajam ilmu kesejarahannya.
Temuan menarik dalam buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan adalah adanya kepercayaan Kapitayan yang terdapat pada masyarakat Indonesia purba. Secara sederhana, kepercayaan Kapitayan merupakan sebuah ajaran yang memuja sembahan utama (Sanghyang Tunggal) yang bersifat gaib, tidak dapat didekati dengan pancaindera maupun dengan akal pikiran, yang hanya diketahui sifat-sifatnya (hal.11). Kepercayaan Kapitayan mirip dengan sistem teologis Islam. Satu dzat, beragam sifat dan nama-Nya. Kepercayaan inilah yang kemudian menjadi sebuah sebab mudahnya penduduk Nusantara memeluk agama Islam.
Dedikasi tinggi dalam mengungkap fakta sejarah Wali Songo pun terlihat dari perngorbanan KH. Agus Sunyoto dalam melakukan penelitian. Tidak sedikit biaya dan waktu beliau korbankan. Misalnya untuk penelitian hingga menjadi buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, pencarian sumber, data, dan referensi, biayanya ditanggung sendiri oleh beliau. Bahkan tidak sedikit keperluan keluarganya dipakai untuk menyelesaikan proyek penelitiannya tersebut. Dan yang paling mengagumkan, KH. Agus Sunyoto rela “berhutang” kepada penerbit demi terwujudnya sebuah buku sejarah Wali Songo (hal. xiv).
Fakta Sejarah Wali Songo
Kemampuan KH. Agus Sunyoto dalam membuktikan keberadaan Wali Songo dapat dilihat dari bagaimana cara beliau menyajikan informasi seputar Wali Songo. Penyajian silsilah (nasab) keturunan Wali Songo yang ditulis secara lengkap beserta dengan ajaran-ajaran para Wali Songo menjadi bukti otentiknya keberadaan Wali Songo. Tidak sedikit pula KH. Agus Sunyoto mengutip beberapa referensi seputar keberadaan Wali Songo dari Babad, Hikayat, Sedjarah, Serat, Naskah Manuskrip & Literatur Kesejarahan, Primbon, Wawacan, Pantun, Pupuh, dsb untuk meyakinkan keberadaan Wali songo.
Dan yang menjadi salahsatu bukti keberadaan adanya Wali Songo adalah adanya istilah-istilah lokal yang menggantikan istilah-istilah baku dalam Islam sebagai proses Islamisasi yang dilakukan oleh para Wali Songo. Misalnya, istilah Kangjeng Nabi dipakai sebagai pengganti sebutan bagi Nabi Muhammad SAW; “susuhunan” digunakan untuk sebutan bagi guru suci atau syaikh; “kyai” sebagai gelar kehormatan untuk ‘alim ‘ulama; “guru” sebagai sebutan pengganti ustadz; “santri” sebutan untuk istilah murid/tilmid; “pesantren” sebutan untuk istilah ma’had/madrasah; “sembahyang” digunakan sebagai istilah tepat bagi shalat; dan”upawasa/puasa” digunakan untuk istilah shaum (hal. 104).
Demikianlah sebagian kecil bukti otentik keberadaan Wali Songo yang dikemas dalam sebuah buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan . Kegigihan KH. Agus Sunyoto dalam merekonstruksi sejarah Wali Songo melalui sebuah karya tulis merupakan salahsatu bentuk peduli dan cintanya beliau terhadap dedikasi perjuangan para Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di bumi Nusantara. Jejak perjuangan para Wali Songo yang memiliki sikap tawassuth (moderat), tawazun (seimbang) dan tasamuh (toleran) harus tetap digelorakan sebagai usaha dalam menjaga dan melestarikan Islam di bumi Nusantara ini.
Selamat jalan KH. Agus Sunyoto. Dedikasi anda terlalu besar untuk bicarakan. Generasi muslim Indonesia akan mencatat Anda sebagi pejuang, “wali” budaya dan sejarah Islam bangsa Indonesia.
“Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan merupakan sumber referensi yang penting yang perlu dibaca, tidak hanya oleh kalangan akademisi, tetapi juga oleh para muballigh, budayawan, dan aktivis sosial, agar strategi kebudayaan dan langkah-langkah pengembangan masyarakat yang pernah dilakukan oleh Wali Songo itu bisa dipelajari kembali” (Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA dalam buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Risalah NU, 2012: xii) Sumber :
Sumber : https://jabar.nu.or.id/ngalogat/kh-agus-sunyoto-dan-rekonstruksi-sejarah-wali-songo-vhLLh
Penulis adalah seorang peneliti, tinggal di Garut
Editor: Abdullah Alawi